Jumat, 06 Mei 2011

TAFSIR QUR'AN POLA QISOS DISIPLIN ILMU

Al-Baqoroh 57-61

Tafsir 3b. Komponen Pengetahuan dari Dimensi Ilmu

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim = Dengan nama Alloh yang Pengasih-Penyayang

Ayat 57. Bila manusia mampu menembus cermin-CP (hukum pembalikan ruang) di pertengahan alam halus, dia akan dihantam-gencet gaya nuklirlemah pada pusingan ruang 150.000 km/detik, sehingga tubuhnya menciut jadi sekecil kaon. Cermin-CP adalah gerbang ilmu tinggi yang dapat membalikkan jasad yang memasukinya ke alam kasar dalam ukuran normal, sehingga jadi hantu (menghantu) di pembalikan ruang, karena tubuhnya yang normal itu muncul dalam keadaan kosong.
Maka Muhammad merumuskan penembusan cermin-CP sebagai berikut. Kami perangkat Hukum Akal di pembalikan ruang itu melindungi jasad kamu yang memasukinya dalam keadaan samar (dinaungi awan), dapat muncul lagi di alam kasar dengan ukuran tubuh normal namun menghantu di pembalikan ruang (dalam keadaan kosong seperti hantu). Tubuh kamu dapat menembus-ditembus segala benda kasar tanpa cidera. Sebab pada pembalikan ruang itu Kami turunkan kepadamu kenikmatan manna (kenikmatan yang memuaskan hati) dan kenikmatan salwa (kenikmatan terbang seperti burung dan dapat menerbangkan benda-benda besar dengan mudah). Makan dan minum (ambili dan kuasai semua ilmu) yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu di pembalikan ruang itu. Pemilikan ilmu-ilmu tinggi tersebut diperoleh mereka bukan dengan menganiaya Kami perangkat Hukum Akal, tetapi hasil dari menganiaya diri (membunuh-mengosongkan rasa) mereka sendiri.

Ayat 58. Ketika kamu meneruskan penelitianmu dan berhasil menembus cermin-T, Kami hukum pembalikan waktu mempersilahkan: “Masuk kamu ke negeri (alam lembut tempat tinggal bangsa malaikat) ini dan makan (miliki-kuasai ilmu-ilmu) dari hasil buminya yang banyak lagi enak di mana kamu suka, diantaranya ilmu yang bebas dari perhitungan waktu, sehingga kamu jadi manusia penjalan waktu. Tetapi untuk memasuki pintu gerbangnya (cermin-T) kamu harus sambil bersujud (mematuhi Hukum Akal)”. Untuk memasukinya kamu harus memenuhi persyaratan bebas dari dosa. Karena itu katakan (pusatkan dirimu hanya kepada akal penghidupmu semata), dengan membuang seluruh kekotoran rasa jasad, kamu jadi suci dari segala dosa. Bila kamu berhasil menyucikan diri itu, niscaya Kami ampuni semua dosa kesalahanmu, dan kamu dapat memasukinya dengan selamat. Dan kelak kami akan menambah dengan pahala keberuntungan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Ayat 59. Untuk membuang jasad itu pekerjaan teramat sulit, karena harus mengubah jasad jadi tenaga. Tetapi banyak para nabi yang tidak memahaminya. Dengan pemilikan ilmu-ilmu tinggi yang aneh-aneh di cermin-CP, mereka menganggap dirinya sudah memiliki ilmu sundul langit. Mereka jadi orang zalim pelanggar hukum, sebab di hatinya timbul kesombongan. Lalu orang-orang zalim yang sombong itu mengganti perintah hukum agar membuang jasad dengan mengetrapkan ilmu tinggi yang dimilikinya (yang tidak diperintahkan kepada mereka). Mereka tidak tahu bahwa cermin-T itu adalah gaya listriklemah sebagai kekuatan gabungan gaya elektromagnet dan gaya nuklirlemah yang amat dahsyat dalam pusingan 300.000 km/detik. Karena itu Kami cermin-T menimpakan bencana atas orang-orang zalim itu berupa siksa dari langit (hantaman listriklemah yang menggencetnya dari ruang kosong), karena mereka berbuat fasik (melawan hukum). Artinya, tidak semua nabi yang berhasil menembus cermin-T. Di antara mereka banyak yang gagal jadi rosul dan mati sebagai orang berdosa karena zalim (melanggar kesucian diri) .
Ayat 60. Ketika berhasil memasuki alam lembut (Masjid Aqsho, Isroo 1), bangsa malaikat atas nama Tuhan Alloh (Hukum Akal) mengangkat kamu jadi rosul (pemimpin akal utusan Akal) sesuai kesepakaan pertama makhluk berjasad (Adam dan bangsa malaikat) di depan Tuhan (Hukum = Baqoroh 34) dengan janji akan membuang kecintaan terhadap fisik-materi, sehingga jadi orang suci. Janji persyaratan rosul itu berlaku pada semua rosul. Begitu pula yang terjadi pada diri Musa ketika dia berhasil menembus cermin-T. Dari bangsa malaikat Musa mendapat berita bahwa para rosul sebelumnya tidak berhenti di tempat mereka, tetapi meneruskan pencarian Pencipta itu hingga ke ufuk alam. Bahkan mereka menjelaskan bahwa di ufuk alam, Ibrohim telah melakukan percobaan hukum evolusi dengan menumbukkan DNA burung untuk mengetahui proses pembentukkannya.
Karena itu Musa juga meneruskan upayanya mencari Alloh dengan membawa DNA beberapa jenis hewan. Dia mendatangi tempat tinggal Iblis di puncak alam lembut yang menolak kerosulannya (Muddatsir 23). Tetapi Musa tidak peduli. Dia meneruskan perjalanannya lagi hingga mencapai ufuk alam fana (ufuk ruangwaktu = ufuk peristiwa = event horizon). Di sana perjalanan Musa terhenti karena dihambat dinding tenaga cermin-P (hukum keseimbangan rasa jasad) yang berpusing 2 mc2 dan bersifat menolak jasad wujud.
Seperti dilakukan semua rosul lain yang mencapai cermin-P. Ketika Musa memohon petunjuk pada akalnya bagaimana cara zathidup (akal = air) memproses pembangunan jasad kaumnya (makhluk wujud), Kami Hukum Akal mengilhamkan jawaban (berkata): “Pukul batu (dinding tenaga cermin-P) itu dengan tongkatmu (perantaraan ilmumu) menggunakan DNA-DNA makhluk yang kamu bawa”. Ketika Musa memukul dinding tenaga itu dengan semua DNA makhluk wujud yang dibawanya, maka memancarlah (berlompatanlah) daripadanya dua belas mata air (bundel-bundel quark berupa hologram berisi zathidup berkelompok-kelompok jenis makhluk). Sungguh tiap-tiap suku (DNA jenis makhluk yang dipukulkannya) telah mengetahui mata air tempat minumnya (hologram quark berisi zathidup jenis makhluknya masing-masing). Makan dan minum rizki (ambili dan kuasai akar ilmu penciptaan) dari Alloh itu untuk kepentingan manusia. Tetapi dengan memiliki berbagai ilmu penciptaan teknologi itu kamu jangan berkeliaran di muka Bumi untuk berbuat kerusakan.

Ayat 61. Dari latarbelakang, gejala-tampak, data ilmu, dan simpulan pemimpin itu diperoleh rumusan hukumnya sebagai berikut. Ketika kamu para pemimpin Israil berkata (berkomentar) tentang kebenaran ilmu sebagai satu-satunya kebenaran penciptaan yang ditetapkan Alloh dalam alam: “Wahai Musa, kebenaran korespondensi (ilmu) itu terlalu sulit diperoleh karena harus melakukan penelitian akal dan upaya penelitiannya juga belum tentu bisa menemukan ilmu yang kami cari. Maka kami tidak sabar (telaten) dengan satu macam makanan (kebenaran ilmu) saja. Karena itu mohonkan untuk kami kepada Tuhanmu, agar dia mengeluarkan (menetapkan) kebenaran lain bagi kehidupan kami, sebaiknya dari kebenaran (apa) yang ditumbuhkan bumi (alam fana), seperti sayur-mayurnya (kebenaran materinya = harta), ketimunnya (kebenaran agama yang memuaskan perasaan lapar-dahaga = pamrih), bawang putihnya (kebenaran tipudaya politik yang pahit bagi orang lain untuk menyenangkan jasad), kacang adasnya (kebenaran pemaksaan dengan kekerasan), dan bawang merahnya (kebenaran yang mencucurkan air mata)”.
Maka Musa berkata (menjawab): “Apakah kamu mau mengambil kebenaran jasad dan kebenaran rasa yang rendah sebagai pengganti kebenaran akal yang lebih baik? Jika itu yang kamu pilih, lakukan studi banding olehmu ke suatu kota penganut hukum agama-politik, pasti kamu akan memperoleh kebenaran yang kamu minta, sebab sejak awal penciptaan Alloh telah membebaskan makhluk memilih langkah hidup sendiri dalam menentukan nasib dirinya”. Begitulah yang dilakukan para pemimpin Israil. Mereka menganut banyak kebenaran yang menghalalkan cara, yaitu kebenaran materi-agama-politik-penjajahan-kekerasan-penindasan. Lalu ditimpakan kepada mereka nista kebiadaban dan kehinaan nama sebagai bangsa materialis yang licik-munafik-dengki-kejam, sehingga hidup mereka mendapat kemurkaan dari Alloh, jadi bangsa hewan biadab. Hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat (amanat-amanat) Alloh dan membunuh para nabi (ilmuwan penemu) atau ajarannya tanpa alasan yang benar. Demikian itu karena mereka selalu berbuat durhaka terhadap peradaban akal dan melampaui batas kaum bermoral.


Tanggapan

Rachmat: “Pertama. Pada ayat 61 disebutkan bahwa sejak awal penciptaan, Alloh telah membebaskan makhluk memilih langkah hidup sendiri dalam menentukan nasibnya. Hukum membebaskan makhluk itu telah diberitahukan, yaitu gaya nuklirkuat yang tidak terasa ikatannya ketika pasangan makhluk ciptaan berkumpul berdekatan. Yang ingin saya ketahui ialah prakteknya dalam penciptaan. Bagaimana cara Alloh membebaskan makhluk memilih langkah sendiri?.
Kedua. Saya hampir yakin, mayoritas manusia menganggap otak = akal. Buktinya ceramah doktrin agamawan dan kesepakatan politisi yang selalu merekayasa otaknya dalam membuat aturan-uu-hukum agama-politik mereka dan dianggap sebagai kebenaran dari Alloh. Bukti paling kuat dapat diketahui dari film-film fiksi ilmiah, semakin cerdas makhluk, otaknya semakin besar. Tetapi pada tafsir 1c Anda menyatakan akal tidak sama dengan otak. Tolong jelaskan alasannya.

Jawaban

Sandie: “Pertama. Pada setiap awal surat Qur’an, Rosul Muhammad menyatakan Alloh itu pengasih-penyayang. Disebut pengasih, karena sebelum penciptaan, Dia telah mengorbankan jasadnya untuk dijadikan bahan makhluk. Lalu memproses penciptaan bangsa zathidup sebagai katalisator dari akalnya sendiri, dan mengalirkan zathidup itu kepada bahan (Annuur 35). Ketika para zathidup menumbuk bahan, bahan pun menjadi hidup pada pusingan jenuh. Kemudian tenaga aliran (isteri bawaan para zathidup) mencampuri (menzinahi) bahan, sehingga berlangsung proses pemadatan bahan melalui percepatan pusingan terus meningkat. Para zathidup yang tahu percampuran itu akan berakhir pada kematian yang menyakitkan, atas kemauan (pilihan) sendiri meneladani Alloh, membuang (menceraikan) para isterinya, dan mereka lenyap tanpa wujud di ruang ke-80 (Annuur 4).
Sementara itu pemadatan bahan melalui percepatan pusingan terus meningkat (perzinahan menggebu-gebu) berlangsung hingga ruang ke-100. Lalu terdjadi ledakan besar supernova. Bagian kulit bahan menghambur ke atas dan berproses cepat membangun 3-dimensi alam syurga (alif-laam-shood). Bagian hati bahan mengerut runtuh drastis dan lenyap dalam sekejap jadi lubang hitam, karena meloncat ke luar dari kebakaan ke ujud tampak, berproses lambat membangun 3-dimensi alam fana (alif-laam-roo). Sedangkan ruang kosong yang ditinggalkan bahan membangun ruang bayangan cermin dalam kesatuan khusus 3-dimensi alam ruh (alif-laam-miim). Dengan demikian terbentuklah 3-dimensi ruang semesta: alam ruh, alam syurga, dan alam fana.
Dari uraian di atas jelas sekali. Dalam menciptakan makhluk wujud, Alloh tidak ikut campur samasekali. Dia membebaskan makhluk (termasuk katalisatornya sendiri) memilih langkah dalam menentukan nasib dirinya. Sebab yang Dia ciptakan hanya bahan, zathidup sebagai katalisator, dan hukum penciptaannya. Penciptaan selanjutnya dilakukan katalisator menurut niat-kehendak bahan dan dievolusikan oleh hukum menurut pilihan bahan sendiri. Tidak ada perintah Alloh kepada makhluk. Karena itu As-Syuuro 51 menyatakan: Alloh tidak berkata-kata dengan manusia(-jin-malaikat-setan) kecuali dengan perantaraan wahyu (ilham akal) atau dibalik tabir (gejala-tampak alam peragaan).
Kedua. Pendapat Anda benar, mayoritas manusia menganggap otak = akal. Maka para agamawan dan politisi dalam kiprahnya selalu membuat rekayasa otak dalam membuat aturan-uu-hukum, sehingga hasilnya adalah hukum otak yang akal-akalan. Padahal Alloh adalah Akal dan Akal itu tanpa wujud (antirasa-antijasad), sedangkan otak berujud. Karena itu otak bukan akal, tetapi merupakan media wujud dari akal yang tercipta dari bahan (rasa).
Menurut pengalaman pribadi masing-masing diri. Ketika kita berbuat salah-jahat-buruk dan harus menjelaskan dengan jujur-benar-baik, otak kita memikirkan cara dusta agar tidak malu atau celaka. Ketika otak kita berniat dusta-salah-buruk-jahat-takadil, dari dalam hati muncul peringatan agar mengurungkan perbuatan yang tidak benar itu. Peringatan itu datangnya dari akal dalam ruang hati kita, karena akal tahu niat kita itu akan mendapat pembalasan setimpal dari Tuhan Alloh (Hukum Akal) di peradilan kiamat kelak. Ketika peringatannya tidak digubris dan otak kita tetap pada rencana dustanya dengan merekayasa kebenaran, akal yang jadi katalisator tetap memproses langkah dusta pilihan kita itu.
Dengan memberi peringatan, akal membuktikan dirinya adalah makhluk netral yang penyayang kepada jasad yang diisinya. Sebab dia tahu, setiap perbuatan dusta-salah-buruk-jahat-takadil, di peradilan moral hari kiamat (maliki yaomiddin, Fatihah 3) akan mendapat pembalasan setimpal dari Hukum Akal yang akan merugikan jasad. Ini merupakan bukti amat kuat bahwa akal itu tali Alloh (Akal) yang penyayang kepada makhluknya.
Jatidiri akal itu dikemukakan Rosul Muhammad pada Ali Imron (keluarga akal) ayat 169. Ayat itu menyatakan: “Jangan kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Alloh itu mati. Bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki”.
Tafsirnya: “Karena Alloh itu Akal, berarti orang yang beriman kepada Alloh adalah orang ummi (penganut kebenaran akal). Maka kamu jangan mengira orang-orang yang gugur di jalan Akal itu mati. Sebab mereka tidak pernah melepaskan diri dari penghidupnya (akalnya), sehingga meskipun jasadnya gugur, mereka tetap hidup dalam akalnya di sisi Tuhan Alloh (Hukum Akal) anutannya. Mereka mendapat rizki akal pemberian dari Alloh yang jadi kediriannya”.
Artinya, ketika jasad mati, bagi penganut hukum rasa-jasad (fisik-materi), dirinya ikut mati, dan baru akan dihidupkan lagi pada kebangkitan di hari kiamat untuk menerima pembalasan setimpal jadi penghuni neraka. Sebaliknya, ketika jasadnya mati, bagi penganut kebenaran akal atau Hukum Akal, dirinya tidak ikut mati. Dia tetap hidup dalam akalnya, sehingga dia tahu, pada peradilan kiamat jasadnya akan beruntung jadi penghuni syurga (Ala’roof 46-47).
Ayat 46: Dan di antara keduanya ada batas, dan di A’roof ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru calon penduduk syurga: ‘salam sejahtera bagi kalian’. Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera.
Ayat 47. Dan bila pandangan mereka dialihkan ke arah calon penduduk neraka, mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, jangan Engkau tempatkan kami bersama orang-orang zalim itu’.
Tafsirnya:
Di antara yang beriman dan yang kafir itu ada dua jalur pembatas yang menyeret jasad manusia-jin pada hari kiamat. Dalam seretan kiamat itu, orang beriman (manusia-jin) menembus cermin-cermin (hukum-hukum peralihan ruang), sedangkan orang kafir-munafik (manusia-jin) diseret di permukaan cermin-cermin. Pada alam ruh (ruang bayangan cermin) yang letaknya di tempat tinggi hadir bangsa akal (orang-orang) yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu berdasarkan jalur-jalur seretan (tanda-tanda) mereka. Kepada jasad calon penduduk syurga mereka berseru: ‘salam sejahtera bagi kalian semua’. Padahal para akal yang jadi katalisator itu belum lagi memasuki jasad mereka, dan mereka ingin segera memasuki jasadnya kembali.
Ketika pandangan mereka dialihkan ke arah jasad calon penghuni neraka, para akal penghidupnya berkata dengan sedih: ‘Wahai Hukum Akal yang jadi Tuhan kami, sebenarnya jangan (tidak sudi) Engkau tempatkan kami bersama manusia-jin (orang-orang zalim) itu. Malangnya, kami adalah katalisator penghidup mereka dan kami telah berjanji akan mengabdikan hidup hanya kepada Engkau (Al-Fatihah 4), sehingga mau tidak mau kami harus melaksanakan tugas itu ketika jasad mereka menumbuk cermin-P, kami harus mengisi jasad mereka kembali, agar mereka merasakan pedihnya penderitaan hidup kekal di neraka’.


Ditafsirkan oleh S. Anwar Effendie CS67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar