Albaqoroh
16-20
Tafsir 1d. Komponen Pemimpin dari Dimensi Akal
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim = Dengan nama
Alloh yang Pengasih-Penyayang
Ayat 16. Dari latarbelakang
(ayat 1-5), gejala-tampak (ayat 6-10), dan data ilmu (ayat 11-15) diperoleh
simpulan pemimpin akal sebagai berikut. Alloh adalah Akal, Tuhan Alloh adalah
Hukum Akal, dan katalisator penciptaannya bangsa akal yang tidak bisa menerima
kebenaran-kepercayaan tidak masuk akal. Karena itu dari tiga kebenaran yang
dianut manusia di dunia (Albaqoroh 1-15), hanya orang takwa (patuh
kepada hukum akal) dan para ilmuwan penganut kebenaran akal (Albaqoroh 01-05) yang
dinyatakan beriman kepada Alloh.
Sedangkan agama penganut
kebenaran pragmatis (praktek ritual penyembahan yang memuaskan perasaan)
adalah orang musyrik yang kafir, dan politik penganut kebenaran konsistensi
(kesepakatan ego kelompok kuat yang memuaskan jasad) adalah orang munafik yang
fasik. Mereka penganut dua kebenaran itu adalah orang yang membeli kesesatan
dengan petunjuk. Sebab mereka tidak pernah melakukan penelitian terhadap
kebenaran hukum anutannya, sehingga jadi sesat. Perilaku-perbuatannya hanya
didasarkan kebenaran rekayasa otak tinggi, sehingga usahanya
(perniagaannya) tidak beruntung, dan mereka tidak pernah mendapat petunjuk akal
yang jadi tali Alloh, karena menolak kebenaran akal.
Ayat 17. Bayangan cermin
dari tiga jenis kebenaran anutan manusia itu adalah bangsa akal yang jadi
katalisator penciptaan, sebagai penghidup bahan, pembangun jasad, dan pemroses
perilaku-perbuatan jasad yang dibangunnya. Perumpamaan mereka (katalisator)
seperti orang yang menyalakan api (yang menghidupkan bahan dan
membangun jasad). Setelah api menerangi sekelilingnya (bahan yang
dihidupkannya membangun jasad wujud), Alloh menghilangkan cahaya mereka
(melenyapkan wujud bangsa akal itu), dan membiarkan mereka dalam kegelapan
(lenyap dalam kekosongan ruang), tidak dapat melihat (jadi makhluk tanpa
wujud penghuni ruang ke-80).
Ayst 18. Karena tanpa
wujud (antirasa-antijasad), berarti mereka jadi makhluk tuli sebab tidak
punya telinga, jadi makhluk bisu sebab tidak punya mulut, dan jadi makhluk buta
sebab tidak punya mata. Karena tanpa wujud pula, maka mereka (bangsa
akal) tidak akan mati kembali setelah mereka diciptakan. Sebab, kematian hanya
terjadi pada makhluk wujud yang mempunyai jasad.
Ayat 19. Atau (dengan
kata lain), bangsa akal yang jadi katalisator penciptaan itu perumpamaannya seperti
hujan lebat dari langit disertai kegelapan (adalah zathidup yang mengalir
dari kekosongan ruang tanpa wujud). Ketika menumbuk bahan, maka bahan yang
ditumbuknya jadi hidup. Lalu tenaga aliran (tenaga-tambahan) bawaan
zathidup mencampuri bahan, sehingga terjadi guruh (percepatan pusingan
terus meningkat), dan kilat (niat rasa) memuaskan hasratnya yang menggebu-gebu
dalam memadatkan bahan.
Mereka (para
zathidup pembawa tenaga-tambahan) itu menyumbat telinganya dengan anak
jarinya sebab petir (melepaskan tenaga-tambahan bawaannya yang berzina
dengan bahan dalam memuaskan hasrat rasanya), karena mereka tahu, perzinahan
itu akan berakhir pada kematian, dan mereka takut akan mati lagi setelah
diciptakan. Dan Tuhan Alloh (Hukum Akal) mengevolusikan seluruh perilaku
pemuasan hasrat rasa hingga terbentuk jasad wujud orang-orang kafir (bangsa
rasa pembangkang hukum) tersebut. Sementara bangsa akal, setelah membuang isterinya
(tenaga-tambahan bawaannya) ke permukaan ruang, mereka lenyap tanpa wujud di
ruang ke-80 (dera 80 kali, Annuur 4).
Ayat 20. Setelah terbentuk
jasad wujud, mereka jadi makhluk yang penuh dengan keinginan jasad untuk
memuaskan rasa, sebab rasa yang jadi bahan jasad itu adalah nafsu
syahwat-angkara-pamrih-ambisi. Kilat (niat) jasad itu hampir selalu menyambar
mata katalisator karena kepekaan tangkapan mereka. Setiap kali kilat
menyinari mereka (niat jasad menumbuk hukum pembatas katalisator), mereka
(katalisator) berjalan dibawah sinar (melakukan tugasnya memproses niat
yang dihasratkan jasad) itu. Dan bila gelap menimpa mereka (tetapi bila
hasrat jasad itu tidak ada), mereka berhenti memproses.
Begitulah cara Alloh
memproses kelangsungan penciptaannya. Andaikata Alloh menghendaki kekuasaan ada
pada dirinya sendiri, niscaya dia akan melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka (melenyapkan tangkapan peka katalisator penciptaannya),
sehingga apapun yang dihasratkan makhluk wujud, tidak akan diproses oleh katalisatornya,
tetapi oleh Alloh sendiri. Sebab sesungguhnya Alloh berkuasa atas segala
sesuatu, tetapi Dia tidak menggunakan kekuasaan itu untuk kepentingan ambisi
dirinya.
Tanggapan Hilman, Cikajang, Garut, Jawa Barat.
Hilman: “ Saya pembaca
setia surat Anda kepada MPR-DPR RI. Di bawah daftar tembusan surat No. 31/2010,
saya membaca, Anda membuka blog qnolednad.wordpress.com. Ketika blog itu saya buka, ternyata
merupakan qisos dari surat ke DPR. Kalau surat ke DPR tafsir Qur’annya dimulai
dengan alasan-alasan yang memunculkan ayat, maka pada blog adalah sebaliknya, tafsir
ayat-ayat memunculkan alasan-alasan berdasarkan tanggapan penanya. Dari alasan
tafsir ayat yang sudah dikemukakan, ada yang belum diminta penanya-penanya
terdahulu.
Pertama. Anda menyatakan, dari alam malaikat, ufuk peristiwa alam Fana (ruangwaktu) berfungsi sebagai
layar televisi. Dicontohkan oleh pengamatan bangsa malaikat sebelum Adam-Hawa
turun ke Bumi (Baqoroh 30), dan pengamatan bangsa setan, malaikat, serta para
rosul dari ruang lembut alam Fana (Annajm 15). Tetapi penelitian para rosul di
depan ufuk peristiwa sendiri, ternyata cermin-P
(layar televisi) itu berfungsi sebagai layar komputer mahacanggih. Saya minta
penjelasannya.
Kedua. Anda menyebutkan Albaqoroh 173 adalah
definisi kekafiran, karena pada ayat itu Alloh mengharamkan makan bangkai, minum
darah, makan daging babi, dan yang disembelih bukan atas nama Alloh. Saya minta
tafsir lengkap berikut alasannya.
Ketiga. Karena ada ayat definisi kekafiran, tentu ada ayat definisi
keimanannya. Tolong kemukakan ayat definisi keimanan tersebut.
Keempat. Anda menyatakan, persamaan
gelombang nisbi (relativistic wave equation) Paul Maurice Dirac dirumuskan
Nabi Muhammad dengan kaaf-Haa-yaa-ain-shood. Padahal rumus persamaan itu ada
pada surat Maryam 1. Lalu apa hubungan Maryam dengan rumus persaman gelombang
nisbi itu?.
Jawaban
Sandie: “Pertama. Layar komputer mahacanggih itu
pertama kali dijelaskan Rosul Musa dalam Taurot (Albaqoroh 60) dari hasil
penelitian Rosul Ibrohim ketika melakukan percobaan dalam membuktikan hukum
evolusi penciptaan (Albaqoroh 259-260). Sebab semua rosul (pemimpin akal
tinggi utusan Akal) adalah orang yang tuntas penelitiannya dalam mencari
pencipta. Dalam penelitian itu mereka melakukan perjalanan penembusan
dimensi-dimensi ruang hingga ke ufuk ruangwaktu (cermin-P) yang tidak
bisa ditembus makhluk wujud (lubang yang tak tembus, Annuur 35).
Ketika mereka menumbuk
dinding-tenaga cermin-P yang berpusing 2 mc2 itu, terjadi 12
lompatan bundel-bundel quark berisi zathidup (mata air) bersuku-suku
(berkelompok-kelompok jenis makhluk dalam bentuk hologram. Quark-quark itu
adalah tenaga-tambahan (rasa) bawaan zathidup (bangsa akal,
katalisator) yang mengalir seperti sungai-sungai dari cermin-CPT
(sidrotil muntaha = pohon teratai = pusat alam) kepada bahan (rasa, Albaqoroh
16). Lompatan bundel-bundel itulah yang jadi akar ilmu penciptaan segala
sesuatu. Sebab ketika bundel-bundel itu bertumbukan dengan bahan, berlangsung
proses penciptaan segala sesuatu, dimulai dari pemadatan bahan karena dicampuri
tenaga-tambahan, melalui percepatan pusingan terus meningkat dari kaaf
ke Haa, menumbuk yaa, dilontarkan keluar dari cermin-P
(qoof) ke alam wujud di ain, dan berbentuk di shood.
Dari sini jelas sekali,
kaaf-Haa-yaa-ain-shood adalah rumus persamaan gelombang nisbi
(relativistic wave equation) yang ditemukan Paul Dirac tahun 1928.
Kedua. Albaqoroh 173 yang Anda kemukakan itu adalah tafsir para
ulama dari hadits. Sebab ayatnya sendiri menyatakan: ‘Sesungguhnya Alloh hanya
mengharamkan
bagimu mayat, darah, daging babi, dan yang disebut selain Alloh. Kalau Alloh
hanya mengharamkan makan bangkai, minum darah, makan daging babi, dan yang
disembelih bukan atas nama Alloh, maka kita semua selalu memakan bangkai, sebab
hampir semua daging yang dibeli di pasar adalah bangkai. PMI adalah Pemberi
Minum-darah Indonesia, karena selalu menyediakan labu-labu darah untuk diinfuskan
(dimakankan) kepada orang sakit. Yang tidak makan daging babi hanya penganut
agama Islam, karena penganut agama yahudi, hindu, budha, nasrani tidak
mengharamkan daging babi. Di jagal penyembelihan hewan, nama Alloh bukan
diucapkan tetapi hanya ditulisan di dinding penjagalan. Selain itu, kalau hanya
tiga jenis makanan yang diharamkan, maka makan riba (mengambil
keuntungan dari kesempitan-kesulitan orang lain) dan miras-narkoba tidak haram.
Artinya, pengharaman yang
ditafsirkan para ulama itu diambil dari bunyi tertulis ayat karena menganggap
Qur’an kitab suci sabda Alloh yang sakral tidak boleh diakalkan. Padahal
ayat-ayat Qur’an disusun Rosul Muhammad dalam bahasa puisi yang kebenarannya
bukan pada permukaan (bunyi tertulis), melainkan pada intrinsiknya
(unsur-unsur pembangun ayatnya = alasan-alasan ilmunya = asbabun nuzulnya).
Dengan demikian, ayat-ayat Qur’an yang ditafsirkan ulama hanya bertumpu pada
kebenaran euceuk hadits yang telah diharamkan Nabi Muhammad. Karena Nabi
Muhammad hanya mengharamkan tiga jenis makanan-minuman itu, berarti ayat
itu bukan kata denotatif, tetapi kata mutasyabihat yang memiliki arti celupan
(kiasan). Hanya mengharamkan adalah celupan dari hanya mengkafirkan,
sehingga ayat itu merupakan definisi kekafiran.
Menurut hukum qisos
disiplin ilmu, kata mayat adalah gejala-tampak (pengetahuan), kata darah
adalah data ilmu, sedangkan kata daging babi adalah simpulan pemimpin, dan yang
disebut selain Alloh adalah rumusan hukumnya. Dengan demikian tafsir dari ayat
itu seharusnya begini: ‘Sesungguhnya Alloh hanya mengkafirkan bagimu menyembah mayat
(jasad-benda-patung-ka’bah) yang dilakukan agama-agama, memeras-menumpahkan
darah (menindas-mengusir-menganiaya-memperkosa-membunuh) yang dilakukan agama-politik,
makan daging babi (celupan dari memuaskan rasa/nafsu
syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad) yang dilakukan agama-politik, serta menganut
aturan-uu-hukum agama-politik yang tidak ditetapkan Alloh’.
Ketiga.
Tafsir definisi kekafiran itu sejalan dengan dafinisi keimanan pada Albaqoroh
62: ‘Sesungguhnya yang menyebut diri orang-orang mu’min, orang-orang yahudi,
orang-orang nasrani, dan orang-orang shobiin (tidak beragama) bukanlah
batasan keimanan. Siapa saja di antara mereka yang menganut kebenaran akal
adalah benar-benar beriman kepada Alloh (Akal), siapa yang patuh kepada Hukum
Akal adalah beriman kepada hari kemudian, dan siapa yang beramal bajik adalah
beriman kepada moral kasih-sayang. Mereka yang memenuhi tiga syarat keimanan
itu akan menerima pahala Syurga dari Tuhan mereka. Tidak perlu ada kekhawatiran
masuk Neraka kepada mereka, karena Neraka itu dijatahkan untuk penganut
definisi kekafiran’.
Dari definisi kekafiran dan keimanan itu
jelas sekali, tidak ada sholat yang diartikan agamawan-ulama Islam sebagai
ritual penyembahan perintah Alloh. Agama-agama, politik-politik, dan
aliran-aliran agama-politik bukan batasan keimanan, karena aturan-uu-hukum yang
mereka pegang bukan aturan hukum Alloh, melainkan aturan-hukum dari Exodus,
Tripitaka, Weda, Bibble, Hadits, dan kebenaran kesepakatan ego kelompok kuat
hasil rumusan para ahli kitabnya (agamawan-politisinya) masing-masing.
Keempat. Kaaf-Haa-Yaa-Ain-Shood adalah rumus penciptaan semesta
alam. Dirumuskan Rosul Muhammad dari lompatan bundel naik-turun, yaitu ketika tenaga-tambahan
(isteri = lelaki) bawaan zathidup bercampur (berzina) dengan bahan
(isteri Alloh = perempuan), sehingga berlangsung proses pemadatan bahan melalui
percepatan pusingan terus meningkat membangun kaaf (cermin-C di alam
ruh), Haa (cermin-T di alam ruh), hingga menumbuk Yaa
(cermin-CPT) di ruang ke-100 (dera 100 kali, Annuur 2). Dilontarkan keluar cermin-P
(batas alam ruh) ke alam wujud (cermin-T di ain), dan menggumpal dalam
jasad wujud di shood (pembalikan kasar cermin-CP).
Dengan demikian rumus persamaan x = 0
dengan fungsi delta tak terbatas itu menyatakan: proses evolusi di alam ruh
dalam kesatuan khusus 3-dimensi rasa-akal-hukum (kaaf-Haa-yaa),
menghasilkan pembangunan 3-dimensi ruang
lembut-halus kasar (alam ruh-syurga-fana). Tetapi karena Paul Dirac
meneliti dari alam kasar, maka rumusannya jadi terbalik: Peralihan 3-dimensi
ruang kasar-halus-lembut (Albaqoroh 11-15, 06-10, 01-05) menghasilkan
1-ruang bayangan cermin dalam kesatuan khusus 3-dimensi hukum-akal-rasa
(Alfatihah 1-3, 4, 5-7).
Dalam penciptaan manusia,
ketika quark bawaan zathidup (lompatan bundel) menumbuk bahan
(quark-tampan dan quark-cantik) di alam rasa (Albaqoroh 16),
berlangsunglah proses penciptaan Adam-Hawa. Sebaliknya, Rosul Maryam melakukan
percobaan membuat Almasih (manusia buatan) dengan menumbukkan bahan
(DNA dirinya) kepada bundel hologram quark-tampan di cermin-P (Maryam 17),
sehingga berlangsung proses penciptaan Isa dalam rumus kaaf-Haa-yaa-ain-shood.
Dia melakukan rekayasa genetika pada hati dan otak janin dari thoo ke dood, dan
dimasukkan ke dalam kandungannya sendiri di shood. Hasilnya adalah bayi Isa
yang jadi nabi sejak lahir (Maryam 30) karena bisa bicara (menemukan dan memahami
bahasa ibunya sejak lahir)(Maryam 24).
Itulah yang dijelaskan Ali
Imron 59: ‘Sesungguhnya perumpamaan penciptaan Isa oleh Maryam menurut hukum
Alloh adalah sama seperti penciptaan Adam-Hawa. Alloh menciptakan Adam-Hawa
dari bahan (tanah). Ketika lompatan bundel quark-tampan dan quark-cantik
menumbuk bahan, Alloh berkata kepadanya: ‘Jadi’. Maka berlangsunglah proses
evolusi penciptaan Adam-Hawa dalam rumus kaaf-Haa-yaa-ain-shood, hingga mereka
jadi makhluk wujud’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar