Sabtu, 09 April 2011

TAFSIR QUR'AN POLA QISOS DISIPLIN ILMU

Albaqoroh 16-20

Tafsir 1d. Komponen Pemimpin dari Dimensi Akal

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim = Dengan nama Alloh yang Pengasih-Penyayang

Ayat 16. Dari latarbelakang (ayat 1-5), gejala-tampak (ayat 6-10), dan data ilmu (ayat 11-15) diperoleh simpulan pemimpin akal sebagai berikut. Alloh adalah Akal, Tuhan Alloh adalah Hukum Akal, dan katalisator penciptaannya bangsa akal yang tidak bisa menerima kebenaran-kepercayaan tidak masuk akal. Karena itu dari tiga kebenaran yang dianut manusia di dunia (Albaqoroh 1-15), hanya orang takwa (patuh kepada hukum akal) dan para ilmuwan penganut kebenaran akal (Albaqoroh 01-05) yang dinyatakan beriman kepada Alloh.
                     Sedangkan agama penganut kebenaran pragmatis (praktek ritual penyembahan yang memuaskan perasaan) adalah orang musyrik yang kafir, dan politik penganut kebenaran konsistensi (kesepakatan ego kelompok kuat yang memuaskan jasad) adalah orang munafik yang fasik. Mereka penganut dua kebenaran itu adalah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Sebab mereka tidak pernah melakukan penelitian terhadap kebenaran hukum anutannya, sehingga jadi sesat. Perilaku-perbuatannya hanya didasarkan kebenaran rekayasa otak tinggi, sehingga usahanya (perniagaannya) tidak beruntung, dan mereka tidak pernah mendapat petunjuk akal yang jadi tali Alloh, karena menolak kebenaran akal.
Ayat 17. Bayangan cermin dari tiga jenis kebenaran anutan manusia itu adalah bangsa akal yang jadi katalisator penciptaan, sebagai penghidup bahan, pembangun jasad, dan pemroses perilaku-perbuatan jasad yang dibangunnya. Perumpamaan mereka (katalisator) seperti orang yang menyalakan api (yang menghidupkan bahan dan membangun jasad). Setelah api menerangi sekelilingnya (bahan yang dihidupkannya membangun jasad wujud), Alloh menghilangkan cahaya mereka (melenyapkan wujud bangsa akal itu), dan membiarkan mereka dalam kegelapan (lenyap dalam kekosongan ruang), tidak dapat melihat (jadi makhluk tanpa wujud penghuni ruang ke-80).
Ayst 18. Karena tanpa wujud (antirasa-antijasad), berarti mereka jadi makhluk tuli sebab tidak punya telinga, jadi makhluk bisu sebab tidak punya mulut, dan jadi makhluk buta sebab tidak punya mata. Karena tanpa wujud pula, maka mereka (bangsa akal) tidak akan mati kembali setelah mereka diciptakan. Sebab, kematian hanya terjadi pada makhluk wujud yang mempunyai jasad.
Ayat 19. Atau (dengan kata lain), bangsa akal yang jadi katalisator penciptaan itu perumpamaannya seperti hujan lebat dari langit disertai kegelapan (adalah zathidup yang mengalir dari kekosongan ruang tanpa wujud). Ketika menumbuk bahan, maka bahan yang ditumbuknya jadi hidup. Lalu tenaga aliran (tenaga-tambahan) bawaan zathidup mencampuri bahan, sehingga terjadi guruh (percepatan pusingan terus meningkat), dan kilat (niat rasa) memuaskan hasratnya yang menggebu-gebu dalam memadatkan bahan.
                    Mereka (para zathidup pembawa tenaga-tambahan) itu menyumbat telinganya dengan anak jarinya sebab petir (melepaskan tenaga-tambahan bawaannya yang berzina dengan bahan dalam memuaskan hasrat rasanya), karena mereka tahu, perzinahan itu akan berakhir pada kematian, dan mereka takut akan mati lagi setelah diciptakan. Dan Tuhan Alloh (Hukum Akal) mengevolusikan seluruh perilaku pemuasan hasrat rasa hingga terbentuk jasad wujud orang-orang kafir (bangsa rasa pembangkang hukum) tersebut. Sementara bangsa akal, setelah membuang isterinya (tenaga-tambahan bawaannya) ke permukaan ruang, mereka lenyap tanpa wujud di ruang ke-80 (dera 80 kali, Annuur 4).
Ayat 20. Setelah terbentuk jasad wujud, mereka jadi makhluk yang penuh dengan keinginan jasad untuk memuaskan rasa, sebab rasa yang jadi bahan jasad itu adalah nafsu syahwat-angkara-pamrih-ambisi. Kilat (niat) jasad itu hampir selalu menyambar mata katalisator karena kepekaan tangkapan mereka. Setiap kali kilat menyinari mereka (niat jasad menumbuk hukum pembatas katalisator), mereka (katalisator) berjalan dibawah sinar (melakukan tugasnya memproses niat yang dihasratkan jasad) itu. Dan bila gelap menimpa mereka (tetapi bila hasrat jasad itu tidak ada), mereka berhenti memproses.
                    Begitulah cara Alloh memproses kelangsungan penciptaannya. Andaikata Alloh menghendaki kekuasaan ada pada dirinya sendiri, niscaya dia akan melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka (melenyapkan tangkapan peka katalisator penciptaannya), sehingga apapun yang dihasratkan makhluk wujud, tidak akan diproses oleh katalisatornya, tetapi oleh Alloh sendiri. Sebab sesungguhnya Alloh berkuasa atas segala sesuatu, tetapi Dia tidak menggunakan kekuasaan itu untuk kepentingan ambisi dirinya.


Tanggapan Hilman, Cikajang, Garut, Jawa Barat.

Hilman: “ Saya pembaca setia surat Anda kepada MPR-DPR RI. Di bawah daftar tembusan surat No. 31/2010, saya membaca, Anda membuka blog qnolednad.wordpress.com. Ketika blog itu saya buka, ternyata merupakan qisos dari surat ke DPR. Kalau surat ke DPR tafsir Qur’annya dimulai dengan alasan-alasan yang memunculkan ayat, maka pada blog adalah sebaliknya, tafsir ayat-ayat memunculkan alasan-alasan berdasarkan tanggapan penanya. Dari alasan tafsir ayat yang sudah dikemukakan, ada yang belum diminta penanya-penanya terdahulu.
                     Pertama. Anda menyatakan, dari alam malaikat, ufuk peristiwa alam Fana (ruangwaktu) berfungsi sebagai layar televisi. Dicontohkan oleh pengamatan bangsa malaikat sebelum Adam-Hawa turun ke Bumi (Baqoroh 30), dan pengamatan bangsa setan, malaikat, serta para rosul dari ruang lembut alam Fana (Annajm 15). Tetapi penelitian para rosul di depan ufuk peristiwa sendiri, ternyata cermin-P (layar televisi) itu berfungsi sebagai layar komputer mahacanggih. Saya minta penjelasannya.  
                     Kedua. Anda menyebutkan Albaqoroh 173 adalah definisi kekafiran, karena pada ayat itu Alloh mengharamkan makan bangkai, minum darah, makan daging babi, dan yang disembelih bukan atas nama Alloh. Saya minta tafsir lengkap berikut alasannya.
                     Ketiga. Karena ada ayat definisi kekafiran, tentu ada ayat definisi keimanannya. Tolong kemukakan ayat definisi keimanan tersebut.
                     Keempat. Anda menyatakan, persamaan gelombang nisbi (relativistic wave equation) Paul Maurice Dirac dirumuskan Nabi Muhammad dengan kaaf-Haa-yaa-ain-shood. Padahal rumus persamaan itu ada pada surat Maryam 1. Lalu apa hubungan Maryam dengan rumus persaman gelombang nisbi itu?.


Jawaban

Sandie: “Pertama. Layar komputer mahacanggih itu pertama kali dijelaskan Rosul Musa dalam Taurot (Albaqoroh 60) dari hasil penelitian Rosul Ibrohim ketika melakukan percobaan dalam membuktikan hukum evolusi penciptaan (Albaqoroh 259-260). Sebab semua rosul (pemimpin akal tinggi utusan Akal) adalah orang yang tuntas penelitiannya dalam mencari pencipta. Dalam penelitian itu mereka melakukan perjalanan penembusan dimensi-dimensi ruang hingga ke ufuk ruangwaktu (cermin-P) yang tidak bisa ditembus makhluk wujud (lubang yang tak tembus, Annuur 35).
                     Ketika mereka menumbuk dinding-tenaga cermin-P yang berpusing 2 mc2 itu, terjadi 12 lompatan bundel-bundel quark berisi zathidup (mata air) bersuku-suku (berkelompok-kelompok jenis makhluk dalam bentuk hologram. Quark-quark itu adalah tenaga-tambahan (rasa) bawaan zathidup (bangsa akal, katalisator) yang mengalir seperti sungai-sungai dari cermin-CPT (sidrotil muntaha = pohon teratai = pusat alam) kepada bahan (rasa, Albaqoroh 16). Lompatan bundel-bundel itulah yang jadi akar ilmu penciptaan segala sesuatu. Sebab ketika bundel-bundel itu bertumbukan dengan bahan, berlangsung proses penciptaan segala sesuatu, dimulai dari pemadatan bahan karena dicampuri tenaga-tambahan, melalui percepatan pusingan terus meningkat dari kaaf ke Haa, menumbuk yaa, dilontarkan keluar dari cermin-P (qoof) ke alam wujud di ain, dan berbentuk di shood.
                     Dari sini jelas sekali, kaaf-Haa-yaa-ain-shood adalah rumus persamaan gelombang nisbi (relativistic wave equation) yang ditemukan Paul Dirac tahun 1928.
               Kedua. Albaqoroh 173 yang Anda kemukakan itu adalah tafsir para ulama dari hadits. Sebab ayatnya sendiri menyatakan: ‘Sesungguhnya Alloh hanya mengharamkan bagimu mayat, darah, daging babi, dan yang disebut selain Alloh. Kalau Alloh hanya mengharamkan makan bangkai, minum darah, makan daging babi, dan yang disembelih bukan atas nama Alloh, maka kita semua selalu memakan bangkai, sebab hampir semua daging yang dibeli di pasar adalah bangkai. PMI adalah Pemberi Minum-darah Indonesia, karena selalu menyediakan labu-labu darah untuk diinfuskan (dimakankan) kepada orang sakit. Yang tidak makan daging babi hanya penganut agama Islam, karena penganut agama yahudi, hindu, budha, nasrani tidak mengharamkan daging babi. Di jagal penyembelihan hewan, nama Alloh bukan diucapkan tetapi hanya ditulisan di dinding penjagalan. Selain itu, kalau hanya tiga jenis makanan yang diharamkan, maka makan riba (mengambil keuntungan dari kesempitan-kesulitan orang lain) dan  miras-narkoba tidak haram.
                     Artinya, pengharaman yang ditafsirkan para ulama itu diambil dari bunyi tertulis ayat karena menganggap Qur’an kitab suci sabda Alloh yang sakral tidak boleh diakalkan. Padahal ayat-ayat Qur’an disusun Rosul Muhammad dalam bahasa puisi yang kebenarannya bukan pada permukaan (bunyi tertulis), melainkan pada intrinsiknya (unsur-unsur pembangun ayatnya = alasan-alasan ilmunya = asbabun nuzulnya). Dengan demikian, ayat-ayat Qur’an yang ditafsirkan ulama hanya bertumpu pada kebenaran euceuk hadits yang telah diharamkan Nabi Muhammad. Karena Nabi Muhammad hanya mengharamkan tiga jenis makanan-minuman itu, berarti ayat itu bukan kata denotatif, tetapi kata mutasyabihat yang memiliki arti celupan (kiasan). Hanya mengharamkan adalah celupan dari hanya mengkafirkan, sehingga ayat itu merupakan definisi kekafiran.
                     Menurut hukum qisos disiplin ilmu, kata mayat adalah gejala-tampak (pengetahuan), kata darah adalah data ilmu, sedangkan kata daging babi adalah simpulan pemimpin, dan yang disebut selain Alloh adalah rumusan hukumnya. Dengan demikian tafsir dari ayat itu seharusnya begini: ‘Sesungguhnya Alloh hanya mengkafirkan bagimu menyembah mayat (jasad-benda-patung-ka’bah) yang dilakukan agama-agama, memeras-menumpahkan darah (menindas-mengusir-menganiaya-memperkosa-membunuh) yang dilakukan agama-politik, makan daging babi (celupan dari memuaskan rasa/nafsu syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad) yang dilakukan agama-politik, serta menganut aturan-uu-hukum agama-politik yang tidak ditetapkan Alloh’.
      Ketiga. Tafsir definisi kekafiran itu sejalan dengan dafinisi keimanan pada Albaqoroh 62: ‘Sesungguhnya yang menyebut diri orang-orang mu’min, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani, dan orang-orang shobiin (tidak beragama) bukanlah batasan keimanan. Siapa saja di antara mereka yang menganut kebenaran akal adalah benar-benar beriman kepada Alloh (Akal), siapa yang patuh kepada Hukum Akal adalah beriman kepada hari kemudian, dan siapa yang beramal bajik adalah beriman kepada moral kasih-sayang. Mereka yang memenuhi tiga syarat keimanan itu akan menerima pahala Syurga dari Tuhan mereka. Tidak perlu ada kekhawatiran masuk Neraka kepada mereka, karena Neraka itu dijatahkan untuk penganut definisi kekafiran’.   
                     Dari definisi kekafiran dan keimanan itu jelas sekali, tidak ada sholat yang diartikan agamawan-ulama Islam sebagai ritual penyembahan perintah Alloh. Agama-agama, politik-politik, dan aliran-aliran agama-politik bukan batasan keimanan, karena aturan-uu-hukum yang mereka pegang bukan aturan hukum Alloh, melainkan aturan-hukum dari Exodus, Tripitaka, Weda, Bibble, Hadits, dan kebenaran kesepakatan ego kelompok kuat hasil rumusan para ahli kitabnya (agamawan-politisinya) masing-masing.
               Keempat. Kaaf-Haa-Yaa-Ain-Shood adalah rumus penciptaan semesta alam. Dirumuskan Rosul Muhammad dari lompatan bundel naik-turun, yaitu ketika tenaga-tambahan (isteri = lelaki) bawaan zathidup bercampur (berzina) dengan bahan (isteri Alloh = perempuan), sehingga berlangsung proses pemadatan bahan melalui percepatan pusingan terus meningkat membangun kaaf (cermin-C di alam ruh), Haa (cermin-T di alam ruh), hingga menumbuk Yaa (cermin-CPT) di ruang ke-100 (dera 100 kali, Annuur 2). Dilontarkan keluar cermin-P (batas alam ruh) ke alam wujud (cermin-T di ain), dan menggumpal dalam jasad wujud di shood (pembalikan kasar cermin-CP).
                     Dengan demikian rumus persamaan x = 0 dengan fungsi delta tak terbatas itu menyatakan: proses evolusi di alam ruh dalam kesatuan khusus 3-dimensi rasa-akal-hukum (kaaf-Haa-yaa), menghasilkan pembangunan  3-dimensi ruang lembut-halus kasar (alam ruh-syurga-fana). Tetapi karena Paul Dirac meneliti dari alam kasar, maka rumusannya jadi terbalik: Peralihan 3-dimensi ruang kasar-halus-lembut (Albaqoroh 11-15, 06-10, 01-05) menghasilkan 1-ruang bayangan cermin dalam kesatuan khusus 3-dimensi hukum-akal-rasa (Alfatihah 1-3, 4, 5-7).
                     Dalam penciptaan manusia, ketika quark bawaan zathidup (lompatan bundel) menumbuk bahan (quark-tampan dan quark-cantik) di alam rasa (Albaqoroh 16), berlangsunglah proses penciptaan Adam-Hawa. Sebaliknya, Rosul Maryam melakukan percobaan membuat Almasih (manusia buatan) dengan menumbukkan bahan (DNA dirinya) kepada bundel hologram quark-tampan di cermin-P (Maryam 17), sehingga berlangsung proses penciptaan Isa dalam rumus kaaf-Haa-yaa-ain-shood. Dia melakukan rekayasa genetika pada hati dan otak janin dari thoo ke dood, dan dimasukkan ke dalam kandungannya sendiri di shood. Hasilnya adalah bayi Isa yang jadi nabi sejak lahir (Maryam 30) karena bisa bicara (menemukan dan memahami bahasa ibunya sejak lahir)(Maryam 24).
                    Itulah yang dijelaskan Ali Imron 59: ‘Sesungguhnya perumpamaan penciptaan Isa oleh Maryam menurut hukum Alloh adalah sama seperti penciptaan Adam-Hawa. Alloh menciptakan Adam-Hawa dari bahan (tanah). Ketika lompatan bundel quark-tampan dan quark-cantik menumbuk bahan, Alloh berkata kepadanya: ‘Jadi’. Maka berlangsunglah proses evolusi penciptaan Adam-Hawa dalam rumus kaaf-Haa-yaa-ain-shood, hingga mereka jadi makhluk wujud’. 
                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar