Selasa, 31 Mei 2011

MENGUNGKAP KESALAHAN TEORI EVOLUSI DARWIN

Ketika Charles Darwin mengemukakan pendapatnya, bahwa manusia sebagai hasil evolusi dari gorilla atau mirip gorilla, banyak ilmuwan yang berusaha mempermasalahkannya. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Benarkah manusia berasal dari jenis kera ?

Sesungguhnyalah, sepanjang abad 19 para ilmuwan mulai melakukan penelitian, sebab teori yang dikemukakan Darwin demikian janggal. Mereka berkeyakinan, bahwa manusia tidak pernah berubah bentuk sejak penciptaan. Selain itu, mereka pun melihat bahwa keanekaragaman tetumbuhan dan binatang baru, dapat dihasilkan dari asal jenis terpilih. Karena semakin banyak fosil yang ditemukan, menunjukkan, banyak sekali binatang yang telah punah.
Yang pertama kali mengemukakan teori evolusi baru, sebelum Darwin adalah  Jean Baptise de Lamarck pada tahun 1809. Ia adalah seorang naturalis berkebangsaan Perancis. Lamarck berpendapat bahwa semua organisme mencapai kesempurnaan bentuk melalui perubahan. Dia menyatakan, akibat lingkungan pada tubuh cikal-bakal dapat diwariskan pada keturunannya. Proses itu disebut pewarisan ciri-ciri khas yang diperoleh. Teori Lamarck ini secara keseluruhan tidak diterima, karena bukti yang mendukungnya hanya sedikit.
Darwin sendiri melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia dengan menggunakan kapal yang bernama  Beagle sejak tahun 1831 hingga tahun 1836, untuk mempelajari sejarah alam dan mengumpulkan contoh-contoh fosil. Hasil dari pengalaman itu Darwin mengemukakan teori evolusi melalui pilihan alam. Dia mempertahankan pilihan alam berdasarkan tiga asas. Pertama, terdapat aneka ragam binatang atau tumbuhan dari jenis yang sama, tepat seperti bersaudara (perempuan dan lelaki dalam keluarga), yang ukuran, kekuatan dan warna rambut berbeda. Kedua, pada setiap generasi lebih banyak yang lahir dari pada yang hidup. Ketiga, individu-individu yang dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungannya, melalui peninggalan ciri-ciri khas mereka ke generasi berikutnya. Ketika lingkungan berubah, secara perlahan-lahan bentuk kehidupan baru berkembang dari yang lama.
Kalau disimak secara teliti dalam memperkuat teorinya, dalam buku yang berjudul The Descent of Man (Turunan Manusia) Darwin beranggapan bahwa orang Indonesia (mungkin juga orang Malaysia) sebagai bangsa primitif yang mentalnya sama dengan gorilla atau kera yang tentu saja serakah dan tidak beradab.
Untuk lebih jelasnya, kita kutip kembali kata-kata Darwin dalam buku tersebut yang diterbitkan tahun 1871 : “No one, I presume, dubts that the large proportion which the size of man’s brain bears to his body, compared to the some proportion in the gorilla or orang, is closely connected with his mental powers“.
Gorilla or orang sengaja ditebalkan, karena memang itu yang kita komentari, dengan terjemahannya sebagai berikut :
“Saya kira tak seorangpun yang meragukan bahwa ukuran otak manusia  yang menunjang tubuhnya,  dibandingkan dengan bagian yang sama  pada gorilla atau orang, berhubungan erat dengan kekuatan mentalnya“.
Pada terjemahan, kata “gorilla atau orang“ dapat berarti “baik gorilla atau orang“ seperti hanya sebuah persamaan jenis pemilikan ukuran besar otak dan tubuh yang kebetulan. Persamaan yang kebetulan itu akan diartikan sama jika menggunakan kata “gorilla or man“. Dengan penunjukkan itu akan langsung berupa sebutan “gorilla atau man“, yang bagi orang berbahasa Inggris akan berarti “gorila adalah orang“.
Darwin telah memberi penilaian bahwa apa yang disebut orang adalah gorilla. Kita tahu, istilah orang hanya dipergunakan oleh bangsa Indonesia atau Malaysia, dengan kata lain, bangsa Indonesia dan Malaysia adalah gorilla. Di luar kedua bangsa tersebut tentu saja bukan gorilla, karena mereka tidak menyebut dirinya “orang“. Coba Anda renungkan kembali lebih seksama.
Jika penulis buku ini orang Indonesia, kata “orang“ , kemungkinan besar kesalahan penulis tidak menterjemahkan ke dalam bahasa buku yang ditulisnya. Tetapi Darwin bukan orang Indonesia, sehingga mustahil dia lupa menterjemahkan kata tersebut, mengingat bahasa sehari-hari yang dia pakai adalah bahasa Inggris, dan “orang“ adalah kata asing baginya. Dalam memperkuat teorinya, Darwin memang sengaja  memasukkan istilah yang tentunya tidak patut kita terima.
 Sementara Alfred Russel Wallace, Naturalis muda Inggris yang bekerja di Indonesia, secara terpisah mempunyai kesimpulan yang sama dengan Darwin. Menjelang diterbitkannya buku Darwin yang berjudul The Original of Species by Natural Selection tahun 1859, Wallace dan Darwin menyajikan makalah bersama  dalam topic itu.
Dalam makalah tersebut Darwin menyatakan : “Banyak dekali  keterangan-keterangan akan dikemukakan pada asal orang dan sejarahnya“. Kemudian Darwin dan para ilmuwan pendukungnya  atau paling tidak yang menerima gagasannya bekerja untuk memastikan kebenaran turunnya drajat manusia, bukan dari gorilla-gorila modern, tetapi dari nenek-moyang gorilla modern  dan orang.
Satu di antara pendukung teori Darwin  adalah Thomas Henry Huxley yang pada tahun 1864 menerbitkan buku yang berjudul Man’s Place in Nature. Di dalam buku itu, ia menjelaskan yang dilengkapi dengan gambar-gambar. Tubuh manusia lebih mirip tubuh gorilla modern. Dia berpendapat, jika pilhan alam diterima sebagai proses monyet yang beradaptasi ke gorilla, maka proses itu juga dapat berlaku pada manusia yang berkembang dari nenek moyang mirip gorilla.
Itulah barangkali intinya, ketika banyak orang menentang Teori Evolusi Darwin, sebenrnya hasil penelitian yang telah dilakukan para ilmuwan sejak 40 tahun yang lalu sudah dapat memecahkan kesalahannya. Namun para ilmuwan belum bisa mengungkapkannya secara gamblang, karena penelitian mereka masih terpisah-pisah. Para biologiwan baru mengungkapkan satu segi kesalahan Darwin dalam perbandingan otak dan tubuh, para antropologiwan baru melihat matarantai yang terputus-putus. Sehingga jika Charles Drwin hidup kembali, boleh jadi dia akan tetap kukuh mempertahankan teorinya.
Evolusi                                                           
Proses evolusi  terjadi sejak makhluk berbentuk sel-sel yang disebut gamet. Makhluk hidup terbentuk dari sel-sel seks akibat percampuran jantan dan betina. Jantan dan betina ular akan mengevolusikan pertumbuhan ular. Sel jantan dan betina monyet, akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan monyet. Sel jantan dan betina manusia, akan menghasilkan  pertumbuhan dan perkembangan manusia.
 Para filsuf dan pakar sejarah barat, terutama yang hidup di abad 17 dan 18, mempersamakan aneka ragam bentuk kehidupan  pada jenjang. Setiap tingkat pada jenjang ditempati oleh bentuk kehidupan yang sama, dan setiap tingkat lebih tinggi melalui bentuk yang sedikit lebih rumit. Itu disebut ukuran alam, atau rantai kehidupan. Ia membentang dari mineral melalui bentuk-bentuk yang lebih rendah hingga manusia. Kera dan gorilla tegak rapat pada manusia. Tidak ada sangkalan dalam kesamaan bentuk tubuh. Tetapi kemampuan manusia berfikir dan memahami , terutama gagasan peradaban manusia, menjadi pembatas antara manusia yang beradab dan dunia binatang yang tidak beradab.
Pada kenyataannya, rantai kehidupan bukanlah rangkaian yang berevolusi. Sebab tidak ada hubungan langsung di antara tingkat-tingkat jenjang itu. Rantai kehidupan berarti mengungkapkan pola kehidupan, atau menurut Al-qur’an merupakan pola gagasan penciptaan. Artinya, aneka ragam bentuk kehidupan tidak berevolusi naik ke jenjang yang lebih tinggi dalam jenisnya. Sebagai contoh, kera akan tetap jadi kera, jambu kelutuk, tidak akan berevolusi menjadi jambu monyet. Pola gagasan penciptaan hanya berevolusi dalam potensi jiwani melalui pemanfaatan akalnya. Penelitian biologi menunjukkan bahwa potensi itu tetap pada jenjangnya ; potensi akal kera tiga kali lipat dari potensi binatang melata yang lain; dan potensi akal manusia enam kali potensi akal kera. Ketika ledakan potensi terjadi, perkembangan potensi itu meningkat dalam segala jenjang. Artinya, ketika potensi akal kera meningkat satu jenjang, maka potensi akal manusia juga meningkat satu jenjang, sehingga tidak ada perubahan perbandingannya. Tetap teori Charles Darwin memperlihatkan rantai kehidupan sebagai rangkaian yang berevolusi.
Darwin berpendapat bahwa proses evolusi akan berhenti setelah benda atau spesies menjadi ujud terbaik.             Ia dan pendukungnya lupa bahwa pada setiap periode jaman, semua jenis benda dan makhluk melata selalu hadir serempak. Jika teori Darwin benar, semua binatang merayap, setengah merangkak, setengah berdiri (misalnya kera setengah gorilla, sepertiga gorilla sampai gorilla yang hampir jadi manusia) harusnya hadir di jaman ini dan tetap berevolusi. Artinya, di jaman sekarang pun perubahan bentuk yang mengurut (gradasi) pada hewan-hewan yang belum mencapai wujud terbaik (berdiri) itu mestinya masih terus berlangsung. Misalnya perubahan mengurut jenis ular ke binatang yang merangkak, atau perubahan mengurut dari kera ke manusia atau yang lainnya. Sebab evolusi mereka belum mencapai wujud terbaik yaitu berdiri.
Kalau dilihat dari pemahaman mereka, kesalahan pokok Teori Evolusi Darwin adalah kekuarang fahaman tentang arti waktu. Padahal evolusi berhubungan langsung dengan waktu. Selama kita hidup dalam ruangwaktu, kita tidak akan berhenti berevolusi, karena evolusi adalah hukum waktu. Baik kita diam ataupun bergerak, waktu selalu terus berjalan. Selama kita berada dalam kurungan waktu, evolusi tidak akan pernah berhenti. Dengan kata lain, evolusi bisa berhenti bila kita keluar dari kurungan waktu. Selama kita hidup di alamfana, sekalipun kita diam sepanjang hidup, diri kita akan terus berubah. Awalnya menanjak, lalu menurun, sampai akhirnya menjadi tua dan mati.
Sementara alasan-alasan ilmu yang lebih lengkap dalam mengungkap kesalahan-kesalahan Teori Evolusi Darwin adalah hukum evolusi perubahan bentuk yang menyesuaikan sebagai hukum penciptaan segala sesuatu.
Evolusi penciptaan Alamraya
Awalnya atom dikenal sebagi bahan yang paling kecil, namun setelah adanya mesin pemercepat zarah, gagasan itu ditumbangkan. Melalui reaksi nuklir, atom masih dapat dipecahkan menjadi electron negatif yang mengitari inti positif. Inti itupun umumnya terdiri dari 2 zarah (partikel), yaitu proton positif dan netron yang netral. Bahkan melalui mesin pemercepat zarah (partice accelerator) dapat diungkapkan bahwa proton dan netron juga masing-masing masih diisi oleh tiga zarah dasar yang disebut quark.
Sebenarnya quark bukan zarah wujud, karena hingga kini belum sorangpun fisikawan zarah yang dapat melihatnya. Sebagai  zarah gagasan yang anti wujud, quark hanya diketahui kehadirannya dari rasa yang ditimbulkannya. Karena itu para fisikawan zarah seringkali menyebut quark sebagai zarah rasa (flavour). Bahkan tiga orang fisikawan zarah yang telah mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan quark, bukan karena mereka telah menemukan zarahnya, tetapi mereka hanya menemukan kepastian hadirnya rasa quark tersebut tahun 1990.
Dengan ditemukannya zarah rasa ini, maka atom bukan lagi zarah dasar, tetapi sebagai balok dasar pembangun benda.
Untuk mengungkap kesalahan Teori Evolusi Darwin, kita harus mulai dari persamaan gelombang kenisbian (relativistic  wave equation) Paul Dirac. Sebab sampai saat ini rumusan Dirac ini merupakan persamaan yang paling lengkap. Persamaan ini merupakan gabungan dari teori bundle (quantum) Max Planck (alam mikro) dan teori kenisbian Einstein (alam makro). Rumusan ini merupakan teori geometri-bundel (quantum-geometry) yang kini tengah dicari para kosmologiwan, tetapi karena persamaan Dirac ini telah dibuang oleh Einstein dan kelompoknya, mereka tidak mau lagi meneliti lebih jauh. Sebenarnya, persamaan tersebut menggambarkan bahwa, akibat dari peralihan tiga tingkat dimensi ruang waktu, menghasilkan ruang bayangan cermin dalam kesatuan khusus tiga dimensi.
Dirac menyatakan, apa yang disebut ruang kosong sesungguhnya tidak kosong sama sekali, melainkan merupakan lautan zarah dalam keadaan negatif yang jenuh. Tetapi bila zarah negatif tertingginya mendapat tambahan tenaga yang cukup, ia akan meloncat ke wujud tampak dengan meninggalkan lubang bermassa tepat sama namun dengan muatan tepat berlawanan. Persamaan ini membawa kepada penciptaan pasangan-pasangan dan penghancurannya, yang mematuhi hukum-hukum dasar fisika.
Karena akan membahas tentang kesalahan teori Darwin, pembahasan akan dibatasi hanya pada perubahan bentuk yang menyesuaikan.  Dengan demikian, diawali dari yang muncul ke wujud tampak adalah tiga zarah rasa, berpasangan dengan lubangnya (antizarahnya). Munculnya zarah rasa ke wujud tampak karena melanggar cermin-T. Cermin ini adalah gaya-tolak kosmis Newton. Yang dalam kenisbian umum Einstein dikenal dengan nama tetapan kosmologi lambda (Λ).
Pelanggaran cermin-T ini dalam kosmologi dikenal sebagai Ledakan Besar (Big Bang). Ia merupakan awal hadirnya alamraya kita. Terjadi sekitar 10ˉ³ detik dari omega minus, sebagai permulaan ruang-waktu-bahan. Para fisikawan percaya bahwa saat itu gaya electromagnet, gaya nuklirlemah, serta gaya nuklir kuat dalam keadaan manunggal yang disebut kekuatan-maha (superforce). Ini adalah keadaan yang terjangkau teori.
Tetapi mereka masih dapat meramalkan lebih jauh bahwa medan gravitasi juga merupakan bagian dari kekuatan-maha tersebut. Mereka beranggapan bahwa gravitasi memisahkan diri sebagai kekuatan pengimbang pada sekitar 10ˉ³ detik dari ledakan besar. Tetapi  kami berpendapat lain, yang memcah pada 10ˉ³ detik itu bukan gravitasi melainkan antigravitasi. Sebab menurut teori pemompaan alamraya (inflation universe) gagasan Alan Guth melalui tafsir persamaan Dirac, ia adalah dimensi ketiga alam negatif menjadi pasangan gaya nuklirkuat yang meloncat ke wujud tampak.
Zarah rasa (quark) dalam kesatuan khusus tiga-dimensi muncul karena pengaruh timbal-balik tiga-dimensi antiquark dalam medan antilistriklemah, sehingga melanggar kemanunggalan (singularity) yang menurut Dirac berpusing setidaknya 2mc². Nuklirkuat adalah tenaga sisa pengikat quark. Ia adalah gaya-tolak kosmis yang memompa pembengkakan ruangwaktu dan menjadi medan skalar alamraya. Bukti penelitian satelit COBE tehadap “riak-riak“ Ledakan Besar menyatakan bahwa teori pemompaan adalah benar. Ia membentuk simetri dengan listriklemah sebagai gaya vektor.
Akibat pengaruh timbal-balik antara medan skalar dan gaya vektor ini,  zarah-zarah muncul dengan cepat dari kehampaan, pada usia alamrayaˉ³ detik. Lalu pada usia 10ˉ¹¹ detik terjadi pemecahan simetri. Listrik lemah pecah menjadi gaya nuklirlemah dan gaya electromagnet. Pada usia alamraya 10ˉ hingga 10ˉ detik, quark dan anti quark berhenti saling menghancurkan. Yang selamat bergabung dalam kelompok-tiga sebagai proton dan netron.
Pada usia 10ˉ (1/10.000) detik, terjadi penjeratan proton dan positron, yang terus mengubah netron menjadi proton dan sebaliknya. Karena untuk membuat netron memerlukan tenaga lebih besar dari membuat proton, maka prose situ menghasilkan  jumlah proton lima kali lebih banyak dari netron. Pada usia 1/100 detik, zarah-zarah bahan saling mempengaruhi dalam keseimbangan panas. Usia ini adalah yang dapat dicapai oleh percobaan mesin pemercepat zarah dewasa ini, sehingga kebenarannya dapat dipercaya.
Pada usia 1 detik, neutrino yang tadinya giat mempengaruhi zarah-zarah lain, mulai memisahkan diri dan pergi mengikuti jalannya sendiri. Hal ini terjadi karena suhu telah menurun hingga  sekitar 10 milyar derajat. Tenaga foton sudah terlalu kecil untuk dapat menghasilkan zarah-zarah dengan mudah. Pada usia 100 detik  suhu telah jatuh hingga 1 miliar derajat. Zarah-zarah bergerak lebih lambat, sehingga proton dan netron dapat tinggal berdekatan cukup lama untuk diikat oleh gaya nuklirkuat menjadi inti-inti atom helium. Saat itu alamraya tersusun dari 80% hydrogen dan 20% helium. Hasil penelitian para fisikawan ini merupakan bukti terkuat untuk teori Ledakan Besar.
Suhu terendah tersebut mengisyaratkan peristiwa penting lainnya dalam sejarah alamraya. Foton-foton yang perbandingan jumlahnya semiliar kali proton dan netron, tidak lagi dapat bergerak lurus terlalu jauh tanpa bertemu dengan electron. Elektron bebas sangat baik dalam menghamburkan atau membelokan arah foton. Akibatnya,setiap foton harus bergerak zigzag dalam menembus ruang. Hasilnya, alamraya kita menjadi kedap berkabut.
Karena foton mulai berangkat pada suhu ruang 3000, sementara alamraya telah mengembang seribu kali lebih luas, maka tingkat-tingkat tenaganya juga dikurangi oleh faktor itu. Hasilnya alamraya mulai digumpali bahan, dan hamparan ruangnya mulai dibentangi medan gravitasi yang ditimbulkan oleh massa bahan tampak. Itu terjadi pada batas tetapan –G  atau cermin CP, atau batas pembalikan ruang halus ke ruang kasar. Ketika cermin-CP dilanggar, membalikkan zarah halus dan zarah lembut  menjadi zarah wujud tampak (cermin-CP adalah pembalikan ruang, sebagai tetapan yang dirumuskan para fisikawan zarah dari hasil percobaan laboratorium). Kemudian, sekitar 5 milyar tahun yang silam, ketika usia alamraya kita sekitar 10 milyar tahun, lahirlah sebuah bintang kuning di sisi luar  pusaran spiral salahsatu galaksi, ia adalah Matahari. Lalu piringan bahan yang melorot dari permukaannya dan bergerak mengitari Matahari, bergumpalan pula membentuk bola-bola planet. Satu di antaranya yang bergerak pada orbit ketiga atau Bumi, kemudian memproses terjadinya beraneka ragam kehidupan, termasuk manusia.
Itulah evolusi yang membentuk terciptanya alamraya  ini, untuk lebih jelasnya dalam mengungkap kesalahan teori Darwin ini, kita harus melihat proses balik pembentukan benda-benda yang ada di Bumi ini.
Perubahan bentuk
Proses terbentuknya sebuah benda, katakanlah batu misalnya. Batas bentangan medan gravitasi atau dimensi ruang kasar adalah ketika pecahan batu menjadi tepung halus, ketika butiran tepungnya kita pecahkan lagi menjadi lebih kecil, butiran itu melanggar cermin-CP, sehingga menjadi kasat mata. Dan ketika dipecahkan terus-menerus menjadi lebih kecil dan lebih kecil lagi, akhirnya pecahan-pecahan batu itu, menempati dimensi ruang lembut, karena telah melewati batas peralihan ruang halus.
Pada dimensi ruang lembut, zarah-zarah pecahan batu tersebut menyesuaikan diri dengan ruangnya. Karena itu mereka bergerak dalam kecepatan cahaya. Tetapi karena kita ingin langsung menyusunnya kembali menjadi gumpalan batu seperti semula, maka zarah-zarah yang terbang serabutan itu kita punguti dan kita kumpulkan dalam bentuk gumpalan.
Seperti yang kita ketahui, proton dan netron berkumpul diikat oleh gaya nuklirkuat menjadi inti atom. Juga kita tahu, electron bergabung pada inti membentuk atom-atom karena diikat gaya electromagnet. Kita pun tahu penggabungan atom-atom menjadi milekul-molekul. Maka mulailah kita menyusun tingkat-tingkat gabungan itu. Tetapi ketika susunan itu membentuk benda, kita jadi heran. Karena hasilnya bukan batu yang kita pecahkan tadi (misalnya batu cadas), melainkan menjadi batu kali yang keras. Itu berarti ada yang salah ketika kita menggabung-gabungkankan atom-molekul tadi.
Maka para peneliti pun kembali ke awal kerja. Kali ini dengan perhitungan yang lebih teliti. Tetapi kembali seperti tadi, ketika telah jadi benda, gumpalan benda itu bukan batu cadas tetapi menjadi gumpalan tanah kering. Berkali-kali diulangi penyusunan itu, namun hasilnya selalu berbeda :kalau tidak terlalu keras, mungkin terlalu lembek, atau terlalu liat, terlalu keropos dan sebagainya. Atau bahkan kita jadi terpana, karena ketika gumpalan itu membentuk benda yang bergerak-gerak hidup.
Katakanlah Anda seorang jenius yang berotak cemerlang. Misalnya Anda dapat membuat makhluk-makhluk hidup. Maka Anda mulai merancangnya dengan membuat beberapa jenis makhluk dari tanah seperti kera, harimau, manusia. Dengan suatu cara, anda memasukan zat hidup pada makhluk buatan itu. Sesuai dengan bentuknya : mata untuk melihat, hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, tangan untuk memegang, dan kaki untuk berjalan.
Tetap jangan terkejut, ketika kera mengaum dan senang makan daging, singa bercuit-cuit dan senang makan nasi, atau singa senang makan nasi dan dapat bicara, serta banyak lagi prilaku yang tidak sewajarnya dilakukan oleh ketiga makhluk buatan itu menurut wujudnya. Mengapa demikian ?
Alasannya, Anda dalam merancang dan membentuk makhluk-makhluk itu tidak mengikuti proses evolusi mentalnya, tetapi hanya mengikuti evolusi fisik. Anda tidak mengetahui kadar rasa, penciuman, pendenganran, penglihatan dan apalagi dayafikir mereka. Karena Anda membuat fisik mereka dari  tanah yang sama. Jangan lupa, terjadinya aneka ragam jenis tetumbuhan, binatang, atau benda mati seperti batu, logam, dan sebagainya, setelah dalam wujud tampak, tetapi sewaktu mereka masih dalam wujud lembut karena pengaruh gaya nuklirlemah terhadap balok-balok bahan dasar pembangunnya.
Penelitian laboratorium pemercepat zarah membuktikan, sekalipun kelompok-tiga quark merupakan bahan dasar pembangun segala benda, namun tanpa terjadinya pengaruh kelompok-tiga lepton (satu di antaranya elektron; dua yang lainnya muon dan tau), maka hanya akan terjadi 1 jenis benda di alamraya ini. Kadar pencampuran quark dan lepton itulah yang menghasilkan anekaragam benda dan makhluk hidup.
Dengan kata lain pembentukan segala jenis benda berlangsung pada dimensi ruangwaktu lembut yang bersuhu sangat tinggi dalam bentuk riak-riak gelombang. Kemudian pada suhu yang telah cukup dingin  pada pusingan ruang 150.000 km/detik, terjadi pelanggaran terhadap cermin-CP, yang membalikkan wujud halus ke wujud kasar dalam bentuk sudah stabil, membentuk calon-calon  jenis benda atau spesies (batu,logam, ular, kera, manusia dst.). Evolusi di alam kasar, hanya berlangsung pada pertumbuhan dan perkembangan jenis benda dan spesies itu untuk kecacatan atau kelengkapan wujudnya.
Contoh, bila kita menanam biji jambu atau biji mangga, maka evolusi bibit jambu akan tumbuh dan berkembang menjadi pohon jambu. Tidak mungkin bibit jambu berevolusi menjadi pohon mangga, atau sebaliknya.. Yang mungkin berbeda dengan bibit yang ditanamnya adalah ukuran dan rasanya, akibat tingkat kesuburan dan jenis tanah tempat tumbuhnya.
Kajian perubahan bentuk ini dengan tegas menunjukkan bahwa penelitian evolusi benda dan segala makhluk hidup termasuk manusia, tidak dapat dilakukan melalui fosil-fosil (dalam hal perkembangan peradabas manusia, juga tidak dapat diselidiki melalui puing-puing bangunan atau produk teknologi). Fosil-fosil dan puing-puing teknologi tersebut mungkin benar dalam menentukan bentuk, jenis, corak dan usianya.
Tetapi dalam menentukan kebenaran evolusi keseluruhan, faktor-faktor lain pun harus diperhitungkan. Dalam mengungkap teori Darwin misalnya, segi mental dan potensi akalnya. Alasannya jelas, bahwa evolusi  berhubungan langsung dengan hukum penciptaan pasangan-pasangan (Hukum Alloh) yang menghasilkan dua kemungkinan akibat             : berkembang maju (lebih baik) atau mundur (lebih buruk).
Dengan kata lain, penelitian terhadap fosil-fosil (produk teknologi) alam dan puing-puing (produk teknologi buatan) seperti yang dilakukan para ilmuwan dan para naturalis selama ini adalah terhadap akibat hukum yang dianggap terus berkembang maju, dan tidak pernah memperhitungkan menurun mundur. Padahal keputusan hukum evolusi memiliki dua kemungkinan akibat. Adanya spesies-spesies yang punah atau peradaban-peradaban yang runtuh, akibat ketidak-mampuan mereka menyesuaikan diri (beradaptasi) terhadap hukum alam yang berlaku (gempa, banjir, dan sebagainya).
Kajian perubahan bentuk yang menyesuaikan ini juga menunjukkan bahwa, proses evolusi adalah hukum alam yang harus berlaku terhadap segala jenis makhluk yang mengisinya termasuk alamnya sendiri. Ini terjadi karena alam yang kita tinggali mempunyai waktu, dan evolusi hanya berlaku dalam waktu. Karena ada waktu, kita dapat memperhitungkan kejadian kemarin (masa lalu) dan dapat meramalkan kejadian hari esok (masa depan). Perhitungan dan ramalan itu didasarkan atas pengetahuan terhadap perubahan bentuk yang mengurut sinambung (gradasi) dan terjadi berulang-ulang.
Perubahan bentuk yang menyesuaikan terjadi karena pengaruh rasa terhadap bahan. Pada makhluk hidup itu berlaku melalui indra terhadap jasad. Indra-rasa-jasad adalah tiga kekuatan yang selalu saling mempengaruhi dalam tiga proses : diawali dari perencanaan (niat), pengaturan (kehendak rasa dan pertimbangan akal), dan pengawasan (hukum). Hasilnya adalah pelaksanaan (akibat sebagai bayangan cermin) dalam kesatuan khusus tiga dimensi (negative-nol-positif). Akibat ini sangat bergantung pada  tanggapan rasa dan akal terhadap hukum pengawasannya. Inilah hukum evolusi rumusan Paul Dirac melalui persamaan gelombang kenisbian x = 0 dengan fungsi delta (peralihan) tak terbatas.
Karena segala jenis spesies yang hadir di alam kasar atau alam wujud tampak merupakan akibat hukum atau produk jadi (teknologi) yang sudah stabil, maka evolusi yang berlangsung di alam wujud tampak adalah mandiri jenis spesies yang bersangkutan. Spesies yang terlahir sebagai kera, simpanse dan sebagainya akan memberikan keturunan jenisnya masing-masing.
Sementara para peneliti menemukan tiga atau empat jenis spesies yang mirip  dalam fosil-fosil kerangkanya, tetapi ada perbedaan kadar kerumitan campuran balok bahan pembangun dasarnya, yang selalu berlangsung dalam tiga tingkat jenis menurut dimensi alamnya. Jenis Homo adalah bayangan cermin dari jenis Australopithecus. Pada ukuran yang lebih besar yaitu jenis mamalia, jenis Homo adalah bayangan cermin dari jenis binatang melata. Binatang merangkak dan setengah berdiri, serta jenis Australopithecus. Dalam ukuran potensi akalnya sesuai dengan kelengkapan dirinya, jenis Homo 9 kali mamalia melata, 6 kali mamalia merangkak dan setengah berdiri (simpanse, gorilla), 3 kali Australophitecus. Jenis Homo inilah yang dikenal sebagai orang Neanderthal.
Kesimpulan
Evolusi adalah hukum yang harus berlaku pada alamraya dan segala isinya, karena alamraya yang kita tinggali memiliki watu. Waktu selalu memproses segala sesuatu yang terkurung di dalamnya, dari masa lalu ke masa depan, melalui perubahan bentuk yang menyesuaikan. Karena ada perubahan bentuk ang menyesuaikan, kita dapat menjejaki sejarah peristiwa-peristiwa ke masa lalu, dan dapat meramalkan kemungkinan-kemungkinan ke masa depan.
Dari uraian di atas kita bisa menyimpulkan bahwa, sampel-sampel yang dikumpulkan Darwin dan pendukungnya adalah produk jadi atau hasil teknologi. Sebagai contoh, bahwa sebuah kursi berkaki 4 (produk jadi) bukan evolusi dari kursi berkaki 1, ke kaki 2. ke kaki 3 dan berakhir di kaki 4. Juga tidak akan terjadi kursi berevolusi ke meja, ke lemari dan seterusnya, meskipun dibuat dari bahan yang sama. Yang pasti kursi atau benda apapun yang merupakan produk jadi akan berevolusi menuju rusak dalam wujud masing-masing. Dengan demikian, jika Darwin dan pendukungnya hidup lagi, mereka tidak akan mampu mempertahankan teorinya.



Novel 4 Dimensi - Dimensi 2 WAJAH-WAJAH 10

Sepuluh
Bibirmu Ranum Tapi Tawar
       “Karena itu kali ini kita tidak boleh gagal lagi”, kata si orang berwajah dingin sementara matanya memperhatikan VW yang diikutinya. “Dia sudah dua kali membuat hatiku marah, dan tidak boleh sampai tiga kali. Sebab kalau itu sampai terjadi, aku akan langsung membunuhnya di saat bertemu berikutnya, di mana pun, sekalipun di tempat ramai. Aku tidak akan mempedulikan lagi soal apa pun, baik duit tebusan ataupun kemungkinan ditangkap polisi dan dipenjara”, sambungnya.
       Hati pengemudi di sampingnya bergidik juga mendengar kata-kata itu. Rupanya dua peristiwa yang membuat hatinya marah itu benar-benar merupakan penghinaan, meski pada saat mengucapkannya tidak tampak perubahan apa-apa di wajahnya, dan nada kata-katanya juga seperti orang bicara biasa.
       “Kalau begitu, ketika mobilnya masuk garasi umum aku harus langsung mengikutinya”, katanya.
      “Ya. Kalau kau gagal, aku tidak akan mengikutkanmu lagi dalam pekerjaanku selanjutnya”, sahut si orang berwajah dingin.
       Si pengemudi menelan ludah. Sebab setiap kata yang diucapkan kawannya yang seorang ini merupakan keputusan yang tidak akan dirubah lagi. Itu berarti, penghasilannya yang tidak kecil akan lenyap samasekali. Tentu saja dia tidak mau kehilkangan. Karena itu, risiko lainnya, sekalipun sampai kemungkinan diketahui oleh orang yang diikutinya, tidak lebih berharga dari kemungkinan lenyapnya penghasilannya.
       Begitulah ketika VW Widar membelok masuk ke garasi umum, dia langsung menghentikan mobilnya tidak jauh dari pintu garasi, dan langsung turun, melangkah cepat memasuki garasi. Dia berdiri di dekat dinding garasi berseberangan lurus dengan dengan mobil Widar yang diparkir, sehingga siapapun yang turun dari mobil itu akan dapat dilihatnya.
       Beberapa lamanya pintu VW itu tetap tertutup. Tetapi akhirnya terbuka juga. Yang turun adalah seorang perempuan berbaju kebaya dan kain batik belel serta berkerudung kepala kain batik belel juga, menjinjing tas plastik besar. Tentu saja kenyataan yang dilihatnya itu sangat mengejutkannya, sehingga beberapa lamanya dia berdiri mematung dengan mulut melongo.
       Pada mulanya Widar yang telah berganti jadi Mpok Tiwi tidak menyadari. Tetapi tubuh orang yang berdiri lurus di seberang parkiran mobilnya itu menarik perhatiannya, dan dia terkejut melihat sikap dan pandangan orang itu terhadapnya. Dia langsung dapat menduga bahwa orang itu mengikuti mobilnya, dan sekarang penyamarannya telah diketahui. Namun dia cepat menguasai dirinya, dan langsung melangkah keluar sambil menundukkan kepala.
       Dengan hati berdebar-debar Mpok Tiwi terus melangkah keluar garasi umum, sementara dia berpikir bagaimana caranya menghindarkan diri dari peristiwa itu yang pasti bersangkut-paut dengan kegiatan dirinya sebagai orang yang bekerja membantu polisi.
       “Apakah dia salah seorang pengedar narkotika yang lolos dari penjaringan?”, pikir Mpok Tiwi sementara kakinya terus melangkah.
       Ketika dia hampir mencapai lorong ke perkampungan kumuh, tiba-tiba terdengar suara orang yang telah dikenalnya memanggil-manggil.
       “Pok, Mpok Tiwi, tunggu sebentar!”, panggil orang yang muncul dari arah berlawanan datangnya, yang tak lain dari Pak Darwi.
       “Ah Bapak kiranya. Bapak baru datang juga?”, tanya Mpok Tiwi sambil menghentikan langkahnya.
       “Iya”, sahut Pak Darwi sementara melangkah menghampiri Mpok Tiwi, “hari ini langgananku tetap ngotot ingin bertemu dengan Mpok, sehingga besok terpaksa Mpok harus menemani Bapak menemuinya. Kalau tidak kita akan rugi besar”.
       “Ngng...kalau begitu apaboleh buat. Aku harus memenuhi permintaannya, karena aku tidak mau rugi”.
       Mpok Tiwi dapat menangkap yang diisyaratkan Pak Darwi, karena tidak biasanya orangtua itu menyebut Mpok kepadanya. Dari kata-katanya jelas sekali, Pak Darwi telah mengetahui bahwa ada orang yang membuntutinya, dan orang itu bermaksud jahat. Tetapi yang belum dia ketahui, kenapa orangtua itu seperti mengajaknya untuk menghadapi orang itu.
       Sambil berjalan bersisian memasuki lorong Pak Darwi berkata lagi: “Terimakasih Pok. Dengan demikian Bapak merasa tenang. Bapak takut Mpok tidak bisa menemani karena punya urusan lain, padahal orang itu menyatakan, kalau Mpok tidak datang, dia akan mengambil barang Mpok tanpa membayar harganya”.
      “Sebenarnaya aku ada urusan lain Bapak. Tetapi nampaknya terpaksa harus kutunda. Aku tidak mau merugi”.
       “Syukurlah kalau Mpok mengerti. Sebab orang itu bisa membuat usaha Mpok bangkrut”, ujar Pak Darwi.
       Mereka terus juga berjalan bersama-sama sampai keduanya tiba di gubuk, sementara dua orang yang mengikutinya hanya sampai di ujung kampung. Keduanya memperhatikan Mpok Tiwi dan Pak Darwi yang memasuki gubuk masing-masing.
       “Sialan! Tidak guna lagi aku menunda-nunda kerjaku. Dia tidak punya tempat tinggal lain”, rutuk si wajah dingin sambil membalikkan tubuhnya diikuti oleh kawannya.
       Seorang lelaki tua muncul dari arah berlawanan dalam langkah-langkah kelelahan, rupanya habis berjalan jauh. Kedua orang yang berjalan keluar lorong tidak menaruh perhatian samasekali kepadanya. Mereka berjalan sambil bicara.
       “Kalau begitu kapan kerja ini dilakukan?”, tanya si pengemudi.
       “Malam ini dan di sini. Tempat ini sangat baik, jauh dari keramaian”, sahut si wajah dingin.
       Lelaki tua yang berjalan dari arah berlawanan itu menyisi ketika dua orang itu berjalan seenaknya tanpa mau mengalah.
       “Memang tempat yang baik sekali. Sebab di sini dia tidak dikawal bodigar atau polisi, sehingga kita tidak memerlukan banyak teman”, ujar si pengemudi.
       “Tetapi aku tetap akan membawa tiga orang lagi untuk menjaga kemungkinan turut campurnya para penghuni lain. Yang kuperlukan adalah orang yang punya senjata api dua orang untuk menahan pengeroyokan. Nyali mereka akan ciut jika melihat satu-dua orang kawannya mati terkapar, sehingga kita bisa membawa perempuan itu tanpa ada yang mengganggu lagi”.
       Demikianlah, sementara bercakap-cakap kedua orang itu telah tiba kembali di jalan besar. Mereka menaiki mobilnya kagi dan berlalu meninggalkan tempat itu dengan rencana yang matang.
       Dalam pada itu lelaki tua yang menyisi tadi sambil berhenti karena jalan sempit, meneruskan langkahnya lagi setelah kedua orang itu hilang di ujung lorong. Dia menuju ke gubuk Pak Darwi yang saat itu sedang menyalakan lampu gantung di depan gubuknya. Mpok Tiwi yang juga sedang menyalakan lampu gantungnya melihat kedatangan lelaki tua itu dan menyapanya.
       “Baru pulang Pak Yanto?”, tanyanya.
       “Betul Nak”, sahut yang ditanya.
       “Sudah bertemu?”, tanya Mpok Tiwi lagi.
       “Belum. Ternyata Jakarta terlalu banyak orangnya. Pelabuhan itu ramai sekali, sehingga Bapak seperti mencari sebatang jarum di lapangan rumput yang luas”.
       “Itulah susahnya kalau kita tidak tahu alamat yang jelas dari orang yang kita cari”, kata Mpok Tiwi.
       ”Tapi kalau di kampung Bapak, sekalipun seluas kecamatan, jika kita mencari orang, asal tahu kampungnya, sebentar juga ketemu”, kata Pak Yanto.
       “Jakarta lain Pak”.
       “Ya, sungguh jauh dari yang Bapak bayangkan. Ah sudahlah. Bapak ingin istirahat dulu untuk pencarian esok hari”.
       “Silahkan Pak. Mudah-mudahan kemenakan Bapak itu dapat segera ditemukan”, kata Mpok Tiwi.
       “Ya mudah-mudahan saja, supaya Bapak tidak terlalu lama meninggalkan kampung”, sahut Pak Yanto, dan sambil masuk ke gubuk dia berkata kepada Pak Darwi: “Kukira malam ini aku tidak akan bisa tidur, sehingga kau dan Nak Tiwi akan terganggu oleh keluhanku”.
       “Tidak apa, aku dan Nak Tiwi sudah biasa tahan bangun sampai pagi”, sahut Pak Darwi yang mengerti isyarat itu bahwa penyerangan akan terjadi malam ini. Maka dia pun melangkah menghampiri Mpok Tiwi.yang sedang duduk di depan pondoknya sambil memperhatikan kesuraman malam.  
       “Apa yang kau renungkan Nak?”, tanya Pak Darwi.
       “Isyarat tadi Pak. Rupanya Bapak sudah tahu ada orang yang mengikutiku. Itu berarti Bapak sudah tahu pula siapa diriku sebenarnya”, sahut Mpok Tiwi dengan menghela nafas.
       “Maafkan Bapak, Nak. Bapak tidak bermaksud jelek. Bapak hanya mencemaskan keselamatanmu, karena kau telah Bapak anggap anak sendiri. Bapak cemas kalau peristiwa pencegatan terhadapmu tempo hari terulang kembali. Maka Bapak sering mengikutimu. Ternyata apa yang Bapak khawatirkan itu nampaknya akan terjadi lagi”.
       “Jadi Bapak juga telah tahu tempat tinggalku yang sebenarnya?”, tanya Mpok Tiwi tanpa mengacuhkan perkataan terakhir Pak Darwi.
       “Sekali lagi Bapak minta maaf. Bukan maksud Bapak sengaja menyelidiki dirimu. Bapak hanya mengikuti orang yang telah beberapa kali membuntutimu. Karena itu sekarang Bapak tidak berani lagi menganggapmu sebagai anakku”, sahut Pak Darwi.
       “Aku tidak berkeberatan samasekali Bapak. Justru aku senang karena Bapak seorang pejuang tanpa pamrih”.
       “Ah dibandingkan denganmu, perjuangan Bapak jadi tidak berarti. Bapak hanya membantu satu segi dari perjuanganmu. Sementara kau menyumbang tenaga, pikiran, dan harta di tiap bidang tempat kau berada, termasuk di perkampungan kumuh ini. Yang sangat mengagumkan adalah, kau seorang kayaraya dan cantik jelita, tetapi sengaja menghinakan diri sebagai orang hina berwajah penyakitan  untuk menolong sesama tanpa membuat orang menghormatimu berlebihan. Dengan demikian kau adalah wanita utama yang cantik lahir-batin, berhati lembut tetapi tegar, patriot...”.
       “Ah sudahlah Bapak, jangan diteruskan lagi. Aku takut tidak kuat menanggung pujianmu. Sebaiknya kita bicara soal orang yang mengikutiku tadi. Aku belum mengerti betul apa yang Bapak isyaratkan tadi”, tukas Mpok Tiei memotong perkataan Pak Darwi.
       “Kau tengah diintai bahaya besar Nak, harta dan jiwamu. Dia pembunuh bayaran suruhan Bossmu yang telah ditangkap itu, karena kau pernah mengobrak-abrik sarangnya”, kata Pak Darwi.
       “Kapan kira-kira rencana dia?”, tanya Mpok Tiwi.
       “Bukan hanya dia seorang, tetapi beberapa orang. Yang paling berbahaya bukan orang yang kau lihat tadi, tetapi kawannya, seorang pembunuh berdarah dingin. Dan rencana itu hampir dapat dipastikan malam ini, mungkin sebentar lagi. Karena itu kita harus segera bersiap. Kau jangan berada di dalam gubuk. Sebaiknya ganti pakaianmu dan bawa senjata. Bapak akan berkeliling dulu memberitahukan penghuni lain agar tidak ada yang keluar dari gubuknya”, sahut Pak Darwi sambil berlalu.
       Sejenak Mpok Tiwi menatap tubuh Pak Darwi. Tetapi kemudian dengan tergesa-gesa dia menyelinap masuk ke gubuknya untuk mempersiapkan diri.
       Malam pun merayap semakin larut. Pintu gubuk-gubuk sudah tertutup. Nampaknya kebanyakan penghuninya sudah pada tidur, mempersiapkan tenaga untuk kerja esok hari. Dalam kesenyapan malam larut itu, dari arah lorong muncul lima orang lelaki. Beberapa lamanya kelima lelaki itu berdiri saja di ujung deretan gubuk memperhatikan keadaan.
       Setelah yakin tidak ada hal yang mencurigakan, mereka berjalan lagi beriringan. Sampai di depan gubuk Mpok Tiwi mereka berpencar. Yang dua-dua di kiri-kanan gubuk. Sedangkan yang seorang, yaitu si orang berwajah dingin berdiri di depan gubuk  Si orang berwajah dingin langsung menghampiri pintu dan jari-jarinya mengetuk pintu gubuk sambil memanggil perlahan-lahan.
       “Pok, Mpok Tiwi”, panggilnya.
       Tidak ada sahutan. Karena itu sekali lagi dia mengetuk pintu agak keras.
       “Mpok Tiwi! Mpok Tiwi!”, panggilnya lagi lebih keras.
       “Aku di sini. Siapa kalian? Ada perlu apa malam-malam datang ke gubukku?”, sahut Mpok Tiwi, tetapi bukan dari dalam gubuk, melainkan dari arah sungai.
       Serentak kelima orang itu berpaling ke arah datangnya suara jawaban. Beberapa langkah dari pinggir sungai tampak sesosok tubuh berpakaian karate, berambut kribo pirang, berdiri mengangkang kaki memperhatikan kelima pendatang itu. Dia adalah Widar.
       Si orang berwajah dingin maju menghampiri Widar beberapa langkah, sementara mulutnya bicara.
       “Ternyata kau perempuan luarbiasa. Nalurimu sangat tajam terhadap bahaya. Itu membuat hatiku jadi gembira. Kau akan memberi kepuasan kepadaku, karena kau bukan perempuan cengeng. Hatimu lebih jantan dari banyak lelaki yang pernah kuhadapi”.
       “Aku juga kagum pada ketegarannya. Tetapi soal kedatangan kalian bukan karena naluri tajam, hanya kebetulan telinga tuaku mendengar omonganmu”, sahut suara lain, datangnya dari arah belakang dua orang yang berdiri di samping gubuk arah gubuk Pak Darwi, tetapi bukan Pak Darwi melainkan Pak Yanto.
       Sekali lagi kelima orang itu serentak berpaling ke arah datangnya suara. Tetapi yang paling terkejut adalah dua orang yang berdiri membelakanginya. Mereka langsung berbalik menghadap ke arah Pak Yanto yang berdiri dalam jarak tiga meter dari dua orang itu.
       “Setan! Kau orangtua loyo yang berpapasan denganku tadi ha?!”, bentak si orang wajah dingin dengan nada marah.
       “Tetapi akulah yang memberitahukan bakal datangnya kalian kepada Mpok Tiwi”, sahut suara lain lagi. Kini datang dari arah belakang dua orang yang berdiri berseberangan dengan yang menghadapi Pak Yanto.
       Untuk ketiga kalinya kelima orang itu berpaling serempak ke arah datangnya suara, dan yang dua orang terdekat meloncat berbalik. Dalam jarak tiga meter dihadapannya berdiri seorang tua lagi, Pak Darwi.
       “Laknat! Ternyata kalian seluruh penghuni gubuk di sini sudah bersiap hendak mengeroyokku. Baiklah, mari keluar semua jika sudah tidak sayang akan nyawa kalian”. Si orang berwajah dingin membentak lagi dengan darah bergolak dan matanya menyapu liar ke sekeliling tempat.
       “Jangan memutar balik kenyataan. Kalian berlimalah yang akan mengeroyok Mpok Tiwi. Karena itu aku telah melarang semua penghuni lainnya ke luar dari gubuknya. Jadi mereka semua jangan dilibatkan ke dalam persoalan kalian. Karena yang kalian perlukan adalah Mpok Tiwi yang sudah siap menghadapi kau. Sedangkan aku dan kawanku yang sudah tua akan menghadapi kalian yang empat orang, dua lawan satu. Siapa di antara kita yang lebih banyak?”, ujar Pak Darwi dalam pertanyaan.
       Sesungguhnyalah, sebelum kelima orang itu datang, Pak Darwi telah mendatangi setiap gubuk agar tidak ada yang keluar, apa pun yang terjadi dan yang mereka dengar. Mereka telah diberitahu bahwa kampung mereka akan didatangi beberapa penjahat yang kejam dan berbahaya, jauh lebih berbahaya dari yang pernah mereka keroyok tempo hari.
       “Iblis! Kalian bertiga telah membuatku marah. Karena itu kalian akan merasakan sayatan-sayatan pisau di seluruh tubuh kalian seblum kupotong-potong jadi sepuluh potong”, teriak si orang berwajah dingin dengan keras, sehingga para penghuni yang ketakutan dalam gubuk semakin ngeri mendengar ancaman sadis itu.
       “Kau memang manusia sadis. Aku tidak tahu apakah keempat kawanmu juga sama sadisnya denganmu? Walaupun begitu aku tidak takut. Biarlah nyawa tuaku ini kalian iris-iris, bahkan dagingku mau kalian makan juga aku tidak keberatan, asal kalian mampu”, tukas Pak Darwi dengan nada keras pula.
       “Bunuh kedua orangtua loyo itu! Perempuan ini biar aku yang menanganinya!”, teriak si orang berwajah dingin dengan kemarahan yang memuncak.
       Serentak keempat kawannya bergerak bersamaan.Yang dua menerjang Pak Yanto, dan yang dua lagi menerjang Pak Darwi. Demikian pula si orang berwajah dingin menerjang Widar dengan jurus-jurus karatenya. Maka sejenak kemudian pertarungan pun berlangsung dengan sengit dalam tiga lingkaran.
       Kalau Widar dan lawannya bertarung dalam tata kelahi yang bercorak sama, maka Pak Yanto dan Pak Darwi bertarung dalam jurus-jurus yang lain dari lawan mereka. Kedua orangtua itu meggunakan jurus-jurus silat yang tidak kalah berbahayanya dengan serangan lawan-lawannya. Adalah satu kenyataan, kedua orangtua itu mampu mengimbangi dua lawan masing-masing. Bahkan mereka dapat mendesak membuat lawan-lawannya kerepotan.
       Kemampuan Widar ternyata sangat mengagumkan. Berkali-kali tendangan dan pukulannya menghantam tubuh orang berdarah dingin itu dengan telak, sehingga beberapa kali orang itu terbanting jatuh. Namun ternyata pula ketahanan tubuh orang berwajah dingin itu sangat kuat. Widar sendiri beberapa kali harus berdesis karena merasakan nyeri setiap dikenai serangan lawan. Untungnya dia memiliki gerakan yang lebih lincah, sehingga serangan-serangan lawan yang mengenainya tidak terlalu telak, karena selalu sempat menghindari.
       Ketika pertarungan sudah berlangsung agak lama, si orang berwajah dingin terpaksa harus mengakui keunggulan lawannya. Suatu saat dalam kesempatan yang sangat baik, Widar memutar tubuh, dan dalam detik beikutnya, kaki kanannya yang mencuat  menghantam leher lawan dengan keras sekali, sehingga si orang berwajah dingin terlontar ke belakang sampai beberapa meter, dan terbanting keras di tanah.
       Widar memburu hendak menyusulkan serangannya lagi ketika orang berwajah dingin itu menggeliat bangun. Namun gadis itu terpaksa mundur lagi karena di tangan lawannya telah tergenggam pisau belati. Dari cara orang itu menggenggamnya dan digerak-gerakan tak henti-hentinya, jelas sekali dia telah terlatih dengan senjata itu. Karena itu Widar pun mencabut senjatanya, sepotong pipa besi bekas stang motor.
       Tetapi senjata Widar bukan untuk menyerang, melainkan untuk mempertahankan diri. Karena itu dia hanya menunggu sambil bergeser-geser setiap kali lawannya menggoyangkan pisau belatinya melakukan tusukan. Hanya sekali-kali saja Widar menangkis tusukan itu. Lawannya merasakan pula senjatanya yang lebih menguntungkan.
       Dalam pada itu satu di antara lawan Pak Darwi adalah si pengemudi yang selalu bersama-sama dengan si orang berwajah dingin ketika membuntuti Widar.  Ternyata kemampuan karate orang itu tidak lebih rendah dari si orang berwajah dingin. Hanya bedanya, orang ini tandangnya tidak terlalu garang. Lawannya yang kedua memiliki kemampuan di bawah si pengemudi, sehingga merupakan sasaran yang lebih ringan.
       Untuk mengurangi tekanan lawan, Pak Darwi menggunakan siasat tipuan. Dia banyak mendesak lawan yang kemampuannya lebih tinggi. Tetapi pada saat yang tidak diduga-duga, dia meloncat menerjang lawan yang lebih lemah dengan serangan cepat beruntun, sehingga lawannya tidak sempat mnghindar lagi. Terakhir dengan sodokan lima jarinya yang dirangkapkan, Pak Darwi menyerang lawan itu tepat di bawah dagunya, disusul dengan ayunan kaki menyambar  lambung lawan, sehingga tubuh orang itu terpelanting berputar dan ambruk di tanah  bagai pohon yang tumbang tanpa bergerak lagi.
       Melihat itu lawannya yang satu lagi mencabut pisau belati dari pinggangnya. Pak Darwi pun mencabut senjatanya pula, sepotong pipa besi seperti yang dipergunakan Widar. Sama seperti yang terjadi dalam pertarungan Widar dengan si orang berwajah dingin, lawan Pak Darwi pun sangat mahir menggunakan pisaunya yang selalu bergetar dan bergoyang, sehingga menyusahkan lawan menangkisnya.
       Di lingkaran lain lagi, Pak Yanto menghadapi kedua lawannya dengan jurus-jurus silat. Sebuah kebetulan, kedua lawan Pak Yanto kemampuan bertarungnya tidak terlalu tinggi, sehingga Pak Yanto dapat menghadapi lawan-lawannya dengan mantap. Sejak awal pertarungan, Pak Yanto sudah menguasai medan. Dia mendesak kedua lawannya dengan sodokan-sodokan lima jarinya dan tendangan-tendangan akakinya.
       Pada suatu saat kedua lawannya menerjang dari dua arah berlawanan. Pak Yanto meloncat selangkah mundur tepat pada saat kedua lawannya tiba, sehingga serangan kedua lawannya saling menghantam kawan sendiri tanpa dapat dihindari. Sebelum kedua lawannya menyadari keadaan, kedua tangan Pak Yanto bergerak cepat menangkap leher kedua lawannya, dan membenturkan kedua kepala lawan satu sama lain dengan kerasnya. Begitu pegangan Pak Yanto dilepaskan, kedua tubuh lawannya ambruk di tanah tak bergerak lagi.
       Pak Yanto adalah yang pertama menyelesaikan perkelahian itu. Dia memandang ke arah Widar yang sedang bergeser-geser dalam pertarungan cepat melawan senjata di tangan si orang berwajah dingin. Suatu saat ketika pisau lawannya terjulur, Widar mengayunkan pipa besinya, bukan pada pisaunya tetapi pada pergelangan tangan lawannya. Terdengar bunyi detakan beradunya tulang dengan pipa besi. Si orang berwajah dingin memekik dengan mulut menyeringai menahan nyeri yang hampir tak tertahankan, dan pisau belati pegangannya terjatuh tanpa dimaui pemiliknya.
       Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Widar. Dia menghantam pipi lawannya dengan pipa besi. Kembali terdengar pekikan. Tetapi kejadian selanjutnya terjadi demikian cepat, sehingga sukar diikuti oleh mata.
       Pada saat Widar mengayunkan lagi pipa besinya, sesosok tubuh meloncat demikian cepat mendorong tubuh si gadis dengan kuatnya. Bersamaan dengan itu sebuah letusan pistol meledak, diikuti sesosok tubuh lain meloncat menyerang sosok tubuh yang mendorong Widar tadi dengan pisau terjulur.  Sosok tubuh itu yang tak lain dari Pak Darwi hanya sempat membalik, dan pisau di tangan sosok pengejarnya menghunjam di dadanya.
       Widar yang terjengkang ke belakang, langsung bersalto untuk menghindarkan tubuhnya terjatuh. Di saat lainnya dia sudah berdiri mengangkang kaki menghadapi segala kemungkinan. Tetapi matanya menjadi terbelalak melihat yang terjadi di depannya.
       Si orang berwajah dingin berdiri mematung dengan tangan menekap dada. Pak Darwi terhuyung mundur, juga dengan tangan menekap dada. Kawan si orang berwajah dingin memegang pisau berdarah di tangannya, sementara pandangannya berpaling ke arah si orang berwajah dingin yang mengernyitkan alisnya oleh rasa sakit yang tak tertahankan.
       “Bunuh orang yang men..nemb..bakkku”, desah si orang berwajah dingin dalam suara sendat. Bersamaan dengan akhir ucapannya, tubuhnya terguling di tanah dengan mata membelalak, bersamaan pula dengan tergulingnya tubuh Pak Darwi.
       Kawan si orang berwajah dingin membalikkan tubuhnya menatap tajam ke arah kawan bertarungnya tadi yang telah dijatuhkan oleh Pak Darwi, tetapi saat itu telah duduk kembali dengan menggenggam pistol di tangannya. Si pengemudi yang memegang pisau berdarah itu meloncat ke arah si pemegang pistol dengan pisau terjulur. Bersamaan dengan itu dari arah lain Pak Yanto juga meloncat ke arah si pemegang pistol dengan dua loncatan panjang.
       Sebuah letusan terdengar lagi, dan tubuh si pengemudi tertegun tidak jauh di depan penembaknya, lalu ambruk di tanah, bertepatan dengan tibanya Pak Yanto di depan si penembak. Sekali tendang saja pistol di tangan si penembak terlempar jauh. Pak Yanto melanjutkan serangannya dengan tendangan lain menghantam kepala orang itu sehingga terputar dengan mengeluarkan pekikan. Tendangan berikutnya yang menghantam perut orang itu mengakhiri seluruh perkelahian, karena tubuh yang diserangnya terbanting di tanah, pingsan.
       Dalam waktu beberapa detik itu Widar yang masih berdiri mematung dapat membaca seluruh kejadiannya. Pada saat dia menyerang si orang berwajah dingin tadi, rupanya Pak Darwi yang tengah berkelahi dengan si pengemudi melihat lawan yang satunya lagi siuman kembali, dan mencabut pistol hendak menembak si gadis untuk menolong pemimpinnya.
       Melihat itu Pak Darwi langsung melontarkan dirinya ke arah Widar dan mendorong gadis itu tepat pada saat senjata meletus, dan pelurunya langsung menembus dada si orang berwajah dingin ketika tubuh Widar terjengkang. Lawan Pak Darwi yang menyangka orangtua itu hendak menyerang pemimpinnya, mengejarnya dengan pisau terjulur, dan langsung menusukkan ke tubuh Pak Darwi yang baru membalikkan tubuh.
       Hampir bersamaan Pak Yanto yang telah menyelesaikan si penembak itu berlari ke tempat Pak Darwi jatuh, sementara dari arah berlawanan Widar juga meloncat menghampiri. Kedua orang itu berjongkok di depan tubuh Pak Darwi yang terbaring.
       “Dar”, panggil Pak Yanto.
       “Pak Darwi”. Widar pun memanggil namanya.
       Pelupuk mata Pak Darwi bergerak dan matanya membuka memandang kepada Widar sejenak, lalu menutup kembali dengan mulut menyeringai menahan sakit.
       “Kita ringkus dulu mereka semua supaya tidak membahayakan”, kata Widar sambil meloncat berlari ke gubuknya.  
       Pak Yanto pun berlari ke gubuk Pak Darwi. Tak berapa lama kemudian keduanya telah berbalik sambil membawa tali pengikat. Pak Yanto dan Widar bekerja cepat. Tetapi ternyata si orang berwajah dingin dan kawannya yang selalu jadi pengemudi itu tidak memerlukan ikatan, karena telah mati, sehingga mereka hanya meringkus tiga orang yang ternyata semuanya membawa pistol.
       “Pak Yanto, tolong angkat Pak Darwi ke mobilku di garasi umum. Kita harus cepat menolongnya”, ujar Widar.
       Pak Yanto mengangguk. Tanpa bicara lagi dia mendukungbtubuh kawannya. Sementara Widar pergi ke gubuknya, mengambil tas plastik besarnya, lalu mengunci pintu gubuk itu. Dia juga menutupkan pintu gubuk Pak Darwi. Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, Widar berteriak di depan pintu gubuk Pak Sukra.
       “Pak Sukra, perkelahian telah selesai!. Tolong awasi para penjahat yang telah kami ringkus. Pak Darwi terluka parah, aku akan membawanya ke rumah sakit, sekalian akan menelpon polisi untuk membawa para penjahat itu!”, katanya.
       Tanpa menunggu jawaban Pak Sukra, Widar pergi setengah berlari mengejar Pak Yanto yang mendukung tubuh Pak Darwi.
       Setibanya di garasi umum, Widar mengeluarkan VW-nya. Pak Yanto mendudukkan Pak Darwi di tempat duduk belakang dengan disanggah oleh tubuhnya sendiri sebagai sandaran.
       “Siapa yang didukung tadi Nona?”, tanya petugas piket garasi  ketika mobil itu lewat di depan kantor piket.
       “Kawan yang sakit parah. Aku akan membawanya ke rumah sakit”, sahut Widar.
       Si petugas piket tidak bertanya lagi. Widar pun melarikan mobilnya dengan cepat. Tetapi ternyata dia tidak membawa Pak Darwi ke rumah sakit, melainkan ke rumah yatim-piatu. Tanpa menimbulkan kegaduhan, Widar dan Pak Yanto membawa masuk Pak Darwi ke kamar gadis itu dan dibaringkan di pembaringan Pertiwi.
       Widar langsung mengangkat telepon yang ada di meja kamarnya, dan memutar nomor menghubungi kator polisi. Sejenak kemudian hubungan pun telah nyambung.
       “Halo di sini Widar. Minta bicara dengan Pak Inspektur Hendro”.
       “.............”.
       “Ada dua mayat dan tiga orang yang diringkus di perkampungan kumuh tempat tinggalku. Mereka para penjahat yang bermaksud membunuhku”.
       “.............”.
       “Besok saja penjelasannya. Aku harus cepat menolong kawan yang luka parah”.
       “............”.
       “Baik. Selamat malam”.
       Widar menaruh teleponnya kembali. Lalu dengan tergesa-gesa dia mengeluarkan tas dokternya dari lemari. Peralatan kedokteran di kamar itu memang cukup lengkap. Karena sejak Pertiwi menjadi dokter, ruang depan kamarnya telah dijadikan poliklinik pengobatan bagi rumah yatim-piatu itu khususnya dan bagi para tetangga di sekitarnya yang memerlukan pertolongan dokter.
       Tak lama kemudian, dengan cekatan tangan gadis itu telah menangani luka Pak Darwi, luka yang cukup dalam. Meskipun gadis itu punya hati tabah, namun dahi dan wajahnya dibanjiri keringat, sehingga beberapa kali dia harus mengelapnya. Namun akhirnya pekerjaan itu selesai juga. Widar menjatuhkan dirinya di kursi panjang yang ada di kamar itu, tempat dia bersantai-santai sambil membaca buku kalau ada waktu luang.
       “Bagaimana keadaannya Nak?”, tanya Pak Yanto dengan hati masih tegang.
       “Kita serahkan kepada Tuhan, Pak. Lukanya sangat parah, kita hanya sekedar berusaha”, sahut Widar sambil menarik kulit wajah palsunya yang berambut kribo pirang, sehingga sejenak kemudian telah berganti menjadi wajah Pertiwi.
       “Tolonglah Nak. Dia sahabatku yang sangat baik”, kata Pak Yanto dengan nada memohon.
       “Insya Alloh, Pak. Aku akan berusaha semampuku. Karena aku juga tahu, lukanya itu terjadi akibat menyelamatkan diriku. Tanpa ditolong olehnya, mungkin aku yang terkapar di sana karena ditembus peluru yang ternyata telah membunuh lawanku”, sahutnya sambil membersihkan wajahnya yang berpeluh.
       Pak Yanto menunggu sampai si gadis menyelesaikan pekerjaannya, baru kemudian dia bertanya.
       “Kenapa kau buka samaranmu di depanku Nak?”.
       “Dibuka atau tidak, kalian tentu sudah tahu siapa diriku”, sahut Pertiwi, “di saat kedatangan para penjahat tadi, aku tahu Bapak datang ke gubuk Pak Darwi adalah sengaja untuk membantuku. Untuk itu benar-benar aku sangat berterimakasih. Aku yakin pula, Bapak adalah kawan Pak Darwi yang telah membantu pihak kepolisian dalam menjaring para pengedar narkotika itu, sehingga berhasil dengan gemilang”.
       “Ah, bantuan yang tidak berarti”, kata Pak Yanto.
       “Jangan mengecilkan diri. Tanpa informasi kalian yang cepat dan tepat, tentu penjaringan itu akan banyak gagal”.
       Tiba-tiba terdengar Pak Darwi mengerang. Pak Yanto dan Pertiwi menghampirinya. Pak Yanto memegang dahi kawannya.
       “Panas sekali”, katanya.
      “Kita berdoa Pak. Mudah-mudahan Pak Darwi dapat mengatasi saat-saat kritisnya. Kalau besok pagi membaik, Bapak dapat melanjutkan mencari kemenakan Bapak itu”, ujar Pertiwi sambil tersenyum.
       Pak Yanto tersenyum pula. “Tadi sudah datang sendiri, sehingga tidak perlu kucari lagi. Tetapi memang Bapak punya pekerjaan lain yang tidak bisa ditinggalkan”, sahutnya.
       “Kalau begitu, jika Bapak ingin istirahat, silahkan. Tetapi maaf, Bapak terpaksa tidur di kursi panjang di ruang depan”, kata Pertiwi.
       “Itu lebih baik daripada tidur di gubuk reyot sahabatku”, sahut Pak Yanto sambil bangkit dan berlalu ke ruang depan. Sementara Pertiwi pun melunjurkan kakinya pada kursi panjang itu.
       Malam yang telah sangat larut itu terus merayap semakin larut, sampai akhirnya fajar muncul di ufuk timur. Tak lama kemudian hari baru telah datang lagi. Ketika Pak Yanto masuk ke dalam, Pertiwi sedang duduk di pinggir pembaringan memeriksa perkembangan pasiennya.
       “Bagaimana perkembangannya Nak?”, tanya Pak Yanto.
       “Alhamdulillah Pak, saat kritisnya telah lewat”.
       Rupanya percakapan kedua orang itu terdengar oleh Pak Darwi, karena tiaba-tiba dia membukakan matanya. Kemudian mulutnya bergerak sambil menatap Pak Yanto.
       “Di mana aku?”, tanyanya dengan suara lemah.
       “Tenanglah Dar. Jangan banyak bergerak dan bicara dulu. Nona Dokter telah menjagamu setengah malam penuh’, sahut Pak Yanto.
       Pak Darwi mengalihkan pandangannya kepada Pertiwi. “Terimakasih”, ujarnya, lalu memejamkan matanya lagi.
      “Nona, Bapak akan pergi dulu. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Kalau sempat, nanti sore Bapak akan ke sini lagi. Tetapi kalau tidak sempat, besok pagi pasti akan menengok keadaannya”.
      “Silahkan”, sahut Pertiwi sementara tangannya bekerja untuk mengobati dan mengganti pembalut luka Pak Darwi.



-----oooooooooo-----



       Jari-jari lentik Petiwi terus juga membelit-belitkan pembalut luka pasiennya. Keadaan Pak Darwi sudah semakin baik. Dia sudah dapat duduk, sehingga pekerjaan membalut itu tidak sukar lagi.
       Pak Darwi mengangkatkan tangannya untuk semakin mempermudah pembalutan. Pertiwi tidak menyadari kalau mata orangtua itu tak lepas-lepasnya menatap wajahnya yang begitu dekat dengan wajah Pak Darwi. Suatu saat, ketika Pertiwi  baru selesai mengikat balutan pembungkus lukanya, tiba-tiba lengan Pak Darwi yang teracung jatuh di pundak Pertiwi, dan menarik maju. Tak dapat dihindarkan lagi wajah mereka beradu, dan bibir Pak Darwi mengecup bibir Pertiwi dengan hangat.
       Tanpa sesadarnya Pertiwi meronta mundur, dan tangannya menampar pipi orangtua itu dengan keras dua kali, sehingga mulut Pak Darwi berdesis. Kemudian menyeringai karena rontaan Pertiwi tadi menyakitkan lukanya.  
       “Apa yang kau lakukan?”, desis Pertiwi dengan muka menyemburat merah dan mata melotot.
       Sambil mengusap-usap pipinya yang ditampar, Pak Darwi menyahut: “Maafkan Bapak, Nak. Bapak hanya ingin mengucapkan terimakasih atas ketelatenanmu merawat Bapak. Tidak ada maksud lain, Bapak merasa seperti mencium anak sendiri”.
       “Tetapi tidak harus dengan cara itu. Kenyataannya aku bukan anakmu, dan aku bukan anak kecil lagi. Orangtuaku sendiri tidak akan berani melakukan perbuatan sekurang ajar Bapak”, kata Pertiwi masih dengan wajah merah.
       “Kalau begitu, sekali lagi Bapak minta maaf karena telah berbuat hilaf”, ujarnya, dan dia membaringkan dirinya, lalu memejamkan matanya. “Bapak akan tidur supaya cepat sembuh, dan secepatnya angkat kaki dari sini”.
       “Benar. Aku pun ingin agar kau cepat berlalu”, ujar Pertiwi dengan nada keras.
       Sementara membereskan alat-alatanya Pertiwi melirik kepada pasiennyayang sudah memejamkan matanya. Tiba-tiba wajah gadis itu berubah. Dia melihat sesuatu yang ganjil pada jambang pasiennya, di tempat dia menamparnya tadi. Jambang putih Pak Darwi terlipat sedikit, dan di bawahnya tampak rambut hitam.
       Dengan diam-diam Pertiwi menghampiri lemari obatnya, mengambil sebuah botol dan menuangkan sedikit cairan dalam botol itu pada kain putih yang dilipat-lipat. Setelah menyimpan kembali botol itu ke tempatnya, dia mendekati Pak Darwi dan menutupkan kain yang diberi obat itu ke hidungnya. Sejenak Pak Darwi menggeleng-gelengkan kepala untuk melepaskan bekapan itu, tetapi kemudian diam.
       Dengan tenang Pertiwi menarik jambang putih itu yang menyatu dengan rambut kepalanya. Sesaat kemudian tampaklah jambang dan rambut aslinya yang hitam. Selanjutnaya dia membukai janggutnya, kumisnya, dan alis matanya, sehingga akhirnya Pertiwi melihat wajah asli orang itu. Dia adalah lelaki muda yang pernah memberikan potongan pipa besi stang motor pada waktu menghadapi lima orang lawan yang mencegatnya tempo hari.
       “Gila”, desis Pertiwi sambil menatap wajah itu. Hatinya sangat mendongkol. Hampir saja tangannya menampar lagi lelaki itu. Tetapi tangannya yang sudah terangkat diturunkan kembali, dan dia menghela nafas. Kemudian dia berlalu meninggalkan pasiennya.    
       Ketika beberapa jam kemudian Pertiwi masuk lagi ke kamarnya, pasiennya membukakan mata dan memandang Pertiwi sejenak, tetapi kemudian mata itu dipejamkan lagi.
       “Jangan berpura-pura lagi. Bangun!”, kata Pertiwi dengan ketus.
       “Bapak tidak berpura-pura Nak. Bapak malu padamu”, sahut pemuda berjambang bauk kotor itu.
       “Nak, nak apa? Kau tidak pantas menyebutku anak, tahu? Kau manusia kurang ajar yang tidak pantas kuhormati”, bentak Pertiwi.
       “Ya, ya. Bapak memang manusia kurang ajar yang takpantas dihargai samasekali, sekalipun sudah hampir masuk kubur. Bapak manusia tak tahu diri yang pantas dimaki dan disumpahi olehmu Nak”.
       Pertiwi tidak menyahut. Tetapi dia mengambil cermin kecil yang tergantung di dinding kamar. Lalu dia menghampiri lelaki itu lagi, menarik tangannya supaya memegangi cermin itu.
       “Pandang wajahmu. Apa masih pantas kau menyebut diriku anak?”, tanyanya sambil menjangkau rambut palsu dari bawah kolong meja. “Dan ini rambut bapak moyangmu”, ujarnya lagi sambil melemparkan rambut itu ke wajahnya.
       Melihat wajah di cermin itu si pemuda membelalakkan mata, tetapi hanya sejenak. Lalu dia bangkit duduk sambil tetap memperhatikan wajahnya dalam cermin.
       “Kalau saja kau tidak ceriwis, mungkin selamanya aku tidak akan bisa membongkar kedokmu”, desis Pertiwi dengan nada kesal, “aku benar-benar ingin menampar wajahmu yang kumal itu”.
       “Silahkan Nona. Saya memang pantas Anda tampar. Saya manusia kurang ajar yang tak tahu diri, tak tahu kebaikan orang. Silahkan tampar sepuas-puasnya sampai kemarahan Anda reda”, sahut si pemuda sambil menaruh cermin di ujung pembaringan, dan dia memajukan wajahnya.
       Tetapi Pertiwi tidak melakukannya, justru tangannya bekerja membukai balutan si pemuda. Dengan telaten dia membersihkan luka itu yang sudah tertutup lagi dan mengobatinya. Kemudian membalutnya lagi dengan pembalut yang bersih.
       Pada saat itu pintu diketuk orang. Pertiwi bangit dan pergi ke ruang depan. Ternyata yang datang adalah Pak Yanto, yang setiap hari datang menengoknya. Begitu Pak Yanto tiba di dalam, mendadak Pertiwi mengulurkan tangannya hendak menjambret rambut orangtua itu, sementara mulutnya berkata.
       “Kau juga harus membuka kedokmu”, ujarnya.
       Tetapi dengan gerak refleks Pak Yanto menangkisnya, sehingga jambretan tangan si gadis luput. Beberapa kali Pertiwi berusaha menjangkaukan tangannya dengan cepat beruntun, tetapi Pak Yanto terus menangkisnya.
       “Jangan Nak. Kau tidak boleh melakukannya dengan cara begini”, kata Pak Yanto.
       Akhirnya gadis itu menghentikan usahanya dan berbalik melangkah masuk lagi ke kamarnya sambil bersungut-sungut.
       “Hentikan panggilan nak..nak itu. Apa kau kira aku tidak tahu usiamu masih muda, bahkan mungkin lebih muda dariku?”, kata si gadis.
       “Baiklah Dokter. Tetapi aku tidak akan membuka samaranku. Anda harus membuka kedokku dengan cara seperti kami membuka samaranmu”, sahut Pak Yanto, “Ha, akhirnya kau tidak bisa menyembunyikan lagi wajah kotormu Baka”, sambung Pak Yanto lagi dengan mengganti sebutan nama si pemuda.
       “Sayang, Nona Dokter membuka kedokku dengan cara yang kurang bermutu”, sahut Baka, “kedokku dibuka ketika aku sedang tidur”.
       Pertiwi menjatuhkan kursinya di atas kursi panjang tanpa mengacuhkan omongan kedua pria itu. Sementara Pak Yanto duduk di sisi pembaringan.
       “Bagaimana keadaanmu?”, tanyanya.
       ”Lumayan. Berkat pengobatan Nona Dokter yang sangat telaten. Kalau tidak, mungkin sekarang kau telah kehilangan aku”, sahut Baka.
       “Apa kau sudah mengucapkan terimakasih kepadanya?”.
       “Sudah sekali. Tetapi justru dia marah kepadaku”, sahut Baka.
       “Salahmu. Pasti kau berbuat tidak sopan”.
       “Dugaanmu tak salah”.
       “Itu berarti, usahamu untuk memacarinya sudah tertutup”. 
       “Apaboleh buat. Dan itu berarti pula, hidupku di gubuk kumuh telah tamat”.
       Meskipun kedua orang pria itu mempercakapkan dirinya dengan blak-blakan, Pertiwi samasekali tidak mencampurinya. Dia hanya mendengarkan sambil mempermainkan jari-jari tangannya, seolah telinganya telah menjadi tuli.
       “Dengan demikian akulah yang beruntung. Di samping menengok keadaanmu, kali ini aku datang untuk berpamitan, karena besok aku sudah tidak ada di sini lagi. Tolong jalankan usahaku sementara aku pergi. Jangan lupa, sebagian hasilnya buat pacarku”, kata Pak Yanto.
       “Sebenarnya aku sudah tidak kerasan lagi tinggal di kota ini. Aku sudah terlalu lama meninggalkan pekerjaanku sendiri, sehingga persediaan uangku hampir habis. Karena itu aku akan segera pulang ke Bandung”.
       “Jangan Baka. Apa kau tega membiarkan pacarku terlantar? Apalagi dia sekarang mulai menyusun skripsi dan membutuhkan biaya cukup besar. Kemarin aku sudah memberitahukan kepada pacarku, kalau memerlukan uang, minta saja kepadamu di perusahaan, karena kau sendiri sudah berjanji  membantuku selama aku pergi”.
       “Tempo hari lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Aku tidak tertarik lagi untuk tinggal lebih lama disini”, sahut Baka.
       “Tidak bisa. Kau sudah berjanji. Kalau janji itu kau ingkari, aku tidak mau berteman lagi denganmu selamanya”.
       “Hmm...kau memerasku. Baiklah, kalau mau pergi, pergilah. Pokoknya begitu kau pulang, kau bisa langsung mengawininya, karena skripsi pacarmu pasti sudah beres”, sahut Baka.
       “Tetapi awas, jangan kau bantu membuatnya. Aku tidak mau pacarku jadi sarjana aspal. Dia harus jadi sarjana asli”.
       Baka tidak menyahut. Sementara Pertiwi mulai menaruh perhatian pada pembicaraan kedua lelaki itu. Karena di balik obrolannya yang sederhana dan terdengar kasar itu terpateri suatu persahabatan sejati yang penuh rasa tanggung jawab. Alangkah bahagianya orang-orang yang terpercik pancaran persahabatan mereka. Pertiwi sendiri sudah merasakan pancaran persahabatan itu ketika menjaring para pengedar narkotika dan ketika menghadapi pembunuh bayaran berwajah dingin beberapa hari sebelumnya. Sungguh sayang percakapan itu sudah selesai.
       “Ini kunci bengkelnya”, kata Pak Yanto sambil meletakkan serentet kunci di pangkuan Baka. Lalu dia berpaling kepada Pertiwi: “Dokter”, katanya, “aku mengucapkan terimakasih atas pertolongan Anda terhadap kawanku. Tentang penyamaranku nampaknya Anda tidak akan punya kesempatan membuka selamanya. Karena setelah pertemuan sekarang, mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi. Sebab sejak besok aku akan pergi jauh cukup lama. Nah selamat tinggal”.
       “Selamat jalan”, sahut Pertiwi, lalu: “Tetapi mungkin jika bertemu lagi nanti, aku sudah dapat mengetahui dirimu yang sebenarnya”.
       “Asal bukan dari kawanku, aku akan salut”, sahut Pak Yanto sambil berlalu.
       Pertiwi bangkit dari duduknya. Dia mengambil cermin yang diberikan kepada Baka tadi, lalu dipasangkan lagi pada tempatnya di dinding. Setelah itu dia membereskan peralatan bekas mengobati pasiennya, dimasukkan ke dalam tas dokternya, dan menaruhnya di atas meja. Dia tidak mengetahui bahwa Baka telah turun dari pembaringannya, menghampirinya dari belakang.
       Ketika Pertiwi membalikkan badannya, Baka berdiri begitu dekat dihadapannya, sehingga wajah mereka hampir bersentuhan. Pertiwi tidak sempat menghindar lagi ketika lelaki itu memeluknya dan menciumi bibirnya. Pertiwi tidak meronta. Dia mandah saja menerima perlakuan kurang ajar dari lelaki itu. Tetapi setelah lelaki itu melepaskan pelukan dan ciumannya, tangan Pertiwi menampar pipi si pemuda dua kali kiri kanan. Si pemuda pun tidak mengelak. Beberapa lamanya mereka bertatapan. Kemudian Baka melangkah mengambil bajunya dari gantungan pakaian.
       “Saya sungguh tidak mengira di balik tubuh Anda yang menggairahkan itu terdapat hati yang beku sedingin es. Bibirmu merah rabum, tetapi tawar sekali”, ujar Baka sambil mengenakan bajunya.
       Pertiwi tidak menyahut.Baka melanjutkan kata-katanya: “Saya sudah mendengar cerita diri Anda. Seharusnya Anda tidak terlalu kukuh kepada janji hati di masa lalu itu. Masa depan Anda masih panjang. Jangan menyia-nyiakan masa muda yang datangnya hanya sekali. Kalau saya mencium Anda barusan, selain sebagai ucapan terimakasih, sebenarnya saya bermaksud mencairkan kebekuan hati Anda. Sekarang Anda sudah punya tunangan. Binalah pertunangan itu dengan cara yang wajar”.
       Pertiwi tidak menyahut juga, bahkan tidak bergerak samasekali dari tempat berdirinya, sehingga lelaki itu keheranan dan berpaling memandangnya. Dia agak terkejut ketika melihat gadis itu mematung dalam tatapan kosong, namun sepasang matanya tampak berkaca-kaca.
       “Saya minta maaf karena telah berbuat kurang ajar kepada Anda. Juga saya minta maaf jika kata-kataku telah menyentuh kenangan masa lalu Anda yang pahit. Tetapi semuanya itu saya lakukan demi masa depan Anda, agar Anda tidak menyesal di kemudian hari. Lupakan kekasih masa lalu itu, karena mungkin justru dia sudah tidak mengingatnya lagi. Dan kita juga mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Selamat tinggal”.
       Baka melangkah ke luar meninggalkan kamar itu. Pertiwi masih mematung dalam kepedihan berlarut-larut. Ketika dia tersadar, pemuda itu sudah tidak berada di dekatnya. Dia bergegas keluar mencarinya, tetapi pemuda brewok kotor itu sudah tidak terlihat bayangannya samasekali.
       Tiba-tiba saja Pertiwi merasakan suatu kemenyesalan yang sangat atas kepergian pemuda itu, seolah ada sesuatu yang sangat berharga telah hilang dari dirinya bersama lenyapnya pemuda itu. Tetapi dia cepat menyadari bahwa yang hilang itu adalah gairah cintanya. Akhirnya dia menghela nafas yang begitu berat.....

--0

Bersambung ke Dimensi 3