Kekeliruan para
agamawan-ulama-pendeta-rahib mempercayai Taurat,-Zabur-Injil-Qur’an sebagai
kitab suci (kitab sabda suci Alloh) yang memiliki kebenaran mutlak menurut
bunyi tertulis ayat-ayatnya. Itu bertentangan dengan, Asyuro 51 yang
menerangkan bahwa Alloh tidak berkata-kata dengan manusia, melainkan dengan
perantaraan wahyu (ilham akal) atau dibalik tabir (alam peragaan = alamraya)
atau melalui utusan. Sekaligus ayat itu menyiratkan bahwa, Taurat, Zabur,
Injil, Qur’an adalah murni karya Rosul pembawanya sendiri, hasil ilham dari Alloh, lalu
diilhamkan kepada manusia sebagai petunjuk jalan lurus.
Kalau
Qur’an hanya menyebutkan 4 kitab, bukan berati para Rosul lainnya tidak mempunyai
karya tulis, tetapi ada alasan lain. 4 kitab yang disebutkan adalah yang paling
memenuhi kelengkapan syarat dimensi (seperti yang dirumuskan Paul Dirac x = 0 dengan fungsi delta tak terbatas) atau “peralihan 3 dimensi ruang menghasilkan 1
ruang bayangan cermin dalam kesatuan khusus 3 dimensi. Taurat = kitab petunjuk
ilmu, Zabur = kitab panduan teknologi, Injil = kitab petunjuk hukum, dan Qur’an
= kitab petunjuk kosmologi, sebagai bayangan cermin yang mengisi 3 kitab
pendahulunya.
Dengan
kata lain, peralihan ilmu-teknologi-hukum menghasilkan 1-ruang bayangan cermin
dalam kesatuan khusus 3-dimensi. Artinya dalam pola simetri, 4-kitab petunjuk
itu membangun simetri tingkat delta atau pasangan akhir. Taurat (delta-nol),
Zabur (delta-plus), Injil (delta-minus), dan Qur’an adalah bayangan cermin
(delta-dua-plus) sebagai kitab petunjuk yang isinya mencakup Injil-Zabur-Taurat
dengan moral akal pengasih penyayang (bismillaahir rohmaanir rohiim), sehingga menjadi
ajaran yang penuh damai.
Jadi,
kalau sekarang agama terpecah-pecah, karena yang diimaninya bukan kitab-kitab
tersebut, tetapi justru keluarannya. Pengikut Rosul Musa dan Rosul Daud,
mengimani exodus, pengikut Rosul Isa mengimani bibble, dan pengikut Rosul
Muhammad mengimani hadist. Akibatnya semua agama mengimani Tuhan yang berbeda
(walaupun namanya sama). Bahkan dalam satu agama pun terpech-pecah pula. Sebagai
contoh, dalam agama Islam yang merupakan mayoritas Penduduk negeri ini, ada banyak
aliran, seperti NU, Muhammadyah, Persis, Naksabandyah dan lainnya. Itu karena
perbedaan pemahaman/penggunaan hadist yang di percayainya. Padahal kalau Qur’an
yang diimani sebagai kitab petunjuk Rosul, maka Islam adalah satu peradaban
yang membawa kepada ketuhanan yang satu.
Kalau
anda membaca keterangan dalam pengantar Qur’an terjemahan Depag RI halaman 114
di sana tertulis : Pada mulanya hadits tidak dikumpulkan seperti al-Qur’aanul
Karim, karena banyak ucapan-ucapan Rosululloh yang maksudnya melarang
membukukan hadits. Larangan itu antara lain tersebut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Said Al-Qhudri yang berkata : “Bersabda
Rosululloh s,a,w : Jangan kamu tuliskan
ucapan-ucapanku , Siapa yang menuliskan ucapanku selain Al-Qur’aan, hendaklah
dihapuskan, dan kamu boleh meriwayatkan perkataan-perkataan ini. Siapa yang
dengan sengaja berdusta terhadapku, maka tempatnya adalah neraka.
Dari
keterangan di atas, Rosul Muhammad menyuruh menghapus hadits. Alasannya jelas hadits
itu bukan penjabaran Rosul Muhammad dari Qur’an atas petunjuk Alloh langsung,
melainkan penjabaran para akhli kitab (ulama-politisi Arab-Yahudi) karena
meyakini Qur’an sebagai kitab suci sabda Alloh. Padahal pada Alhaaqqoh 40-42 Rosul
Muhammad sendiri memberitahu bahwa : Sesungguhnya
Qur’an itu perkataan Rosul yang mulia, bukan perkataan penyair dan bukan perkataan
tukang sihir, (tetapi puisi alam
sebagai petunjuk akar ilmu penciptaan atau kosmologi --ilmu asal kejadian
segala sesuatu--).
Kenyataannya
para ahli kitab di Mekah tetap menolak Qur’an karena mereka hanya mau menerima
jika Qur’an sebagai sabda suci Alloh.
Para ahli kitab Yahudi mengkotakpandorakan Taurot, dan mengganti dengan kitab
keluarannya yang disebut Exodus, mereka juga mengkotakpandorakan Injil, dan
mengganti dengan kitab perjanjiannya yang disebut Bibble. Karena itu untuk
menjaga kelestarian Qur’an agar tidak disembunyikan, Rosul Muhammad menjelang
wafatnya telah menyampaikan dua amanat : 1. Kamu tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama berpegang pada dua pusaka, yaitu Alqur’an dan sunahku (hukum qisos disiplin ilmu =
hukum sebab akibat); 2. Jangan menuliskan sesuatu yang lain dari aku kecuali
Qur’an.
Tetapi
ternyata Muawiyyah dan Abasiyyah telah memanfaatkan penolakan para ahli kitab
terhadap Qur’an untuk kepentingan politiknya. Dalam menjalankan langkah-langkah
politiknya untuk mendapat dukungan massa
Muawiyyah dan Abasiyyah dengan cara memanipulasi kebenaran, mereka saling
mendukung dalam mengubah status Qur’an sebagai karya Rosul Muhammad menjadi
sabda Alloh (kitab dari langit). Lalu mereka mengarang ribuan hadits dari
ayat-ayat Qur’an yang mudah dicerna, dan dinyatakan sebagai penjabaran Rosul
atas petunjuk Alloh. Mereka mengambil nama para sahabat dekat Rosul yang sudah
wafat sebagai para rawinya yang mengkultuskan diri Rosul Muhammad, agar
dipercaya. Itulah pengkotakpandoraan Qur’an.
Tidak
kepalang tanggung, mereka juga menyusun riwayat hidup Rosul Muhammad sejak
lahir. Dan di antara langkah langkah perjuangan Rosul Muhammad diselipkan para
wanita yang dikawini seperti kebiasaan pemimpin suku di Mekah sebagai raja-raja
kecil beristeri puluhan untuk pemuas syahwat dan ego kelelakiannya. Banyak
isteri itu diperlukan untuk bahan hadits, sebab dalam Qur’an banyak ayat yang
menyebut isteri nabi. Dengan mengangkat Qur’an menjadi sabda suci Alloh, maka
sebutan ‘kamu’ Dari Rosul Muhammad
kepada para nabi dan manusia umumnya, otomatis jadi teguran Alloh kepada Rosul
Muhammad. Maka Rosul Muhammad menjadi Rosul bebal, bersyahwat maniak,
diskriminatif hasil pilih kasih (ketidakadilan) Alloh, karena hadits dinyatakan
sebagai sunah Rosul Muhammad.
Tentu
saja, untuk memuluskan tujuannya,
politik menghalalkan segala cara. Muawiyyah-Abasiyyah menyanjung Rosul Muhammad
setinggi langit, sehingga mendapat dukungan semua ahli kitab dan mayoritas
masyarakat. Akhirnya system kekholifahan Madinah kalah pamor. Sejak saat itu
peradaban Islam berubah bentuk menjadi agama Islam dengan system pemerintahan
Monarki (kerajaan), dan para ahli kitab (yang doyan poligami) dijadikan
penasihat raja. Dengan demikian, lengkaplah impian lelaki dengan haremnya.
Hadits
penghinaan terhadap Rosul Muhammad
Kalau kita melihat
produk jadi hadist yang diimani para ulama Islam sekarang, sebenarnya merupakan
penghianatan terhadap Rosulnya. Betapa tidak, hadits yang merupakan hasil karya
para ahli kitab Arab-Yahudi telah melecehkan Muhammad sebagai rosul bebal
bersyahwat maniak yang diskriminatif. Padahal semua rosul yang diangkat oleh
Tuhan (Hukum) adalah manusia-manusia teladan bagi seluruh manusia di jamanny,
karena sudah membuang ‘rasa’(syahwat, angkara, pamrih, ambisi). Rosul itu orang
bermoral luhur, sehingga mampu menemukan amanah-amanah Alloh langsung dari ufuk
alam fana.
Banyak
contoh hadist yang nyata-nyata merupakan penghinaan terhadap Rosulnya, tetapi
para ulama Islam langsung mengimaninya tanpa koreksi, hal itu terjadi karena
mereka telah menutup diri terhadap akal dengan keimanan taklidnya (hadits), yang kemudian diturunkan
pula pada pengikut-pengikutnya sampai sekarang. Demikian banyak hadits yang
menghinakan rosul Muhammad di antaranya : Hadits Isro-Mi’roj misalnya, terlihat
jelas bahwa kisah itu hasil rekayasa orang Israil untuk menunjukan kebenaran
agama Yahudi yang konon katanya, penganut agama itu dipastikan masuk Syurga,
dan Rosul Musa sebagai penentu ritual sholat agama Islam yang direstui Alloh.
Semetara Rosul Muhammad tidak lebih dari rosul bebal bersyahwat maniak yang
tidak punya pendirian samasekali. Sebab seluruh perjalanan menghadap Alloh
untuk menerima tugas kerosulannya dipersiapkan Jibril, dan kewajiban ritual
penyembahan agamanya diatur rosul bangsa Israil yang berotak paling cerdas
(Rosul Musa).
Karena
Alloh mengetahui Rosul Muhammad itu tidak mampu menahan nafsu syahwat (dongeng hadits menyatakan istri Rosul
Muhammad 9 orang, bahkan hadits lain menyatakan 12 orang ), maka Dia menyuruh Jibril menyediakan burok (wanita
bernafsu kuda) untuk dijadikan tunggangan
dalam perjalanan ke Sidrotul Muntaha itu. Dan dengan kata sakti ‘kun
fayakun’ Alloh menghapus hukum ruang untuk melancarkan perjalanan calon rosul
terkasih-Nya itu.
Karena
agama Yahudi dan baitul Makdis (Betlehem = Masjid Aqsho) yang direstui Alloh
sebagai kiblat para Rosul berada di Yerusalem, sebelum naik (mi’roj )
ke Sidrotil Muntaha, Rosul Muhammad diwajibkan mengunjungi kiblat itu dulu
dipandu oleh Jibril, sang pelayan Rosul. Lalu dalam perjalanan naik, dari
langit ke-1 hingga langit ke-6 dia bertemu dengan para Rosul pendahulunya (yang telah wafat) untuk memperoleh
informasi tentang tugas kerosulannya.
Informasi
paling penting adalah dari langit ke-6, karena Muhammad ingin penganut
ajarannya (Agama Islam) jadi penghuni syurga seperti penganut Agama Yahudi.
Maka Rosul Musa berpesan, jika
telah bertemu Alloh dan menerima perintahnya, Muhammad harus menemui dirinya
lagi untuk mempertimbangkan perintah itu. Ketika menerima perintah menyembah
Alloh 50 kali sehari-semalam, tentu saja Rosul Musa menyatakan terlalu berat,
Maka Rosul Musa menyuruh Muhammad rekes untuk minta keringanan. Sampai 9 kali
Muhammad harus bolak-balik atas suruhan Rosul Musa. Dengan demikian hadits ini
menggambarkan bahwa Rosul Muhammad tidak lebih dari orang bodoh yang ktidak
berkemampuan.
Sementara
buku yang ditulis oleh Dr. Madjid Ali Khan yang berjudul “Muhammad saw, Rosul terakhir“ Penerbit Pustaka Bandung
terjemahan dari “Muhammad The Final Messenger“. Menyebutkan pada bulan yang
bersamaan dengan wafatnya Khodijah, Muhammad menikahi Saudah lalu dengan Aisyah
(Syawal 620 M). Isro Mi’raj-terjadi tahun 621 M. Hijrah ke Yatsrib tahun 622 M.
Menikahi Zainab binti Khuzaimah tahun 625 M. Menikahi Umu Salmah tahun 626 M.
Menikahi Juwariah tahun 627 M. Menikahi Zainab binti Yahsy tahun 627 M.
Menikahi Syofiah tahun 628 M. Menikahi. Berumah tangga (kumpul kebo) dengan
Ummu Habibah tahun 628 M. Menikahi Maemunah tahun 629 M. Rosul Muhammad wafat
tahun 632 M (jumlah isteri 11
dengan Khodijah). Walhasil setelah jadi Rosul, menikah hamper tiap tahun.
Dalam
riwayat perkawinan itu tidak tercantum Maria Qibtiah yang melahirkan Ibrohim (628 M) dari Muhammad. Sebab Maria hanya
sahaya milik Muhammad (pasti dijabarkan dari Annisaa’ 3). Dengan Ummu Habibah
disebut kumpul kebo, karena yang melakukan pernikahannya Raja Negus (kawin
politik), baru diserahkan kepada Rosul Muhammad. Artinya menurut moral, percampuran
Rosul Muhammad dengan 2 wanita itu adalah perzinahan. Naudubillahi min dzalik,
suatu fitnah yang keji.
Masih
banyak cerita prilaku tidak genah para isteri Rosul Muhammad dalam hadits, namun
ironisnya para ulama mengimaninya. Bahkan buku Ali Khan ini dipuji para ulama
sebagai buku yang hebat, dan pada awal pengantarnya dikatakan sebagai buku pemenang
sayembara internasional tahun 1978 di Mekah dengan jurinya para Sheik jumhur.
Tidak heran jika citra Rosul Muhammad menjadi buruk di dalam pandangan agama
lain, bahkan orang Islam pun, jika berfikir netral, maka prilaku yang
digambarkan dalam hadits itu adalah prilaku yang bertentangan dengan moral. Pertanyaannya, patutkah kita sebagai
orang Islam mempercayai hadits sebagai sunah rosul ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar