Al-Fatihah 1-7
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim = Dengan nama
Alloh yang Pengasih-Penyayang
Ayat 1. Puji bagi Alloh pencipta alam. Karena di
awal penciptaan telah membangun Tuhan (Hukum) dan menyerahkan kekuasaan
atas alam ciptaannya kepada Tuhan
sebagai penguasa semesta alam.
Ayat 2. Alloh itu Akal bermoral pengasih-penyayang.
Ayat 3 Sedangkan Tuhan Alloh yang dibangunnya ialah
Hukum Akal sebagai hukum evolusi sebab-akibat yang
membebaskan makhluk memilih langkah hidup sendiri dalam menentukan nasib
dirinya. Tetapi di hari akibat, Hukum Akal menguasai seluruh alam ciptaan
dan berkuasa melaksanakan peradilan dengan memberi pembalasan setimpal terhadap
setiap diri berdasarkan moral perilaku-perbuatan dirinya tanpa pembela dan
tanpa penolong.
Ayat 4. Sebagai tanda
terimakasih karena diciptakan (diberi kesempatan hadir dan
hidup), kami bangsa akal yang menjadi katalisator penciptaan berjanji, hanya
kepada Engkau (Hukum Akal) kami akan mengabdikan hidup, dan hanya kepada
Engkau (Akal) kami akan meminta pertolongan.
Ayat 5. Sedangkan kami bangsa rasa sebagai bahan jasad
berjanji, setelah jadi makhluk wujud kami akan minta ditunjuki jalan hidup yang
lurus kepada bangsa akal penghidup-pembangun jasad dan pemroses
perilaku-perbuatan jasad kami.
Ayat 6. Jalan lurus adalah jalan orang-orang yang
beruntung, karena telah menggunakan nikmat akal tinggi yang Engkau
(Alloh) anugerahkan kepada mereka.
Ayat 7. Bukan jalan mereka (bangsa rasa) yang merugi
sebab menolak akal tinggi sehingga dimurkai Alloh, dan bukan pula jalan mereka
(bangsa rasa) yang menganut hukum rasa-jasad sehingga tersesat dalam perjalanan
hidupnya.
Tanggapan Ma’mun, Soreang, Kab.
Bandung, Jawa Barat
Ma’mun : “Saya tertarik
pada Qur’an tafsir ilmu di atas. Tetapi ada beberapa pertanyaan yang ingin
disampaikan.
Pertama, pada
terjemahan-terjemahan Qur’an, termasuk dalam Qur’an terjemahan Depag RI, kata bismillaahir
rohmaanir rohiim masuk ayat 1, tetapi menurut tafsir Anda, kata itu di luar
7 ayat Alfatihah. Apa alasannya?.
Kedua, pada ayat 1 Anda
membedakan arti Alloh dengan Tuhan (Hukum). Apa alasannya?
Ketiga, pada ayat 2
Anda menafsirkan Alloh adalah Akal yang bermoral pengasih penyayang, apa
alasannya?.
Keempat, pada ayat 3
Anda menyebutkan, bangsa akal adalah katalisator (zat pemroses yang
tidak terpengaruh dan rusak oleh yang diprosesnya). Bukankah itu berarti bahwa
pencipta makhluk wujud sebenarnya bukan Alloh tetapi
bangsa akal sebagai makhluk ciptaannya juga seperti dikatakan pada ayat 4?.
Kelima, pada ayat 5
diketahui, ternyata kita makhluk wujud adalah bangsa rasa, dan akal bukan milik
kita tetapi nikmat Alloh yang dianugerahkan kepada makhluk wujud seperti
disebutkan ayat 6-7, sehingga penciptaan jadi rasional. Karena itu saya
minta penjelasannya.
Jawaban
Sandie : “Tafsir
Qur’an ini menggunakan sunnah Muhammad. Sunnah Muhammad
bukan hadits, tetapi pola qisos
(pasangan saling mengekalkan) disiplin ilmu. Dirumuskan Nabi Muhammad dari quantum
leap (lompatan bundel di cermin-P), dan dipakai sebagai pola
menyusun ayat-ayat Qur’an. cermin-P adalah hukum keseimbangan rasa dan
jasad yang berpusing 2 mc2. Pembuktian mesin pemercepat zarah (particle accelerator) fisika nuklir menyatakan, lompatan
bundel-bundel terjadi ke 3-arah, yaitu: belakang-ke-depan, sisi-ke-sisi, dan naik-turun.
Pertama. Bismillaahir
rohmaanir rohiim adalah bundel belakang (moral) membangun bundel
depan (hukum) yaitu alfatihah (pembuka hukum induk Qur’an atau moral
hukum penciptaan), sehingga tidak bisa tidak harus
dipisahkan dari kelompok ayat yang dibangunnya. Anda sendiri bisa melihat pada
surat-surat selanjutnya dalam Qur’an, yang selalu dimulai dengan bismillaahir
rohmaanir rohiim terpisah dari ayat-ayat dalam suratnya.
Kedua. Ayat 1 adalah
lompatan belakang-ke-depan. Menjelaskan awal penciptaan, yaitu: Alloh
Pencipta (bundel belakang: moral Alloh) membangun Tuhan
(bundel depan: Hukum) sebagai penguasa semesta alam. Rosul Muhammad memuji
Alloh, karena Dia telah menyerahkan kekuasaannya
(ambisinya) atas alam ciptaan kepada Hukum.
Ketiga. Ayat 2
menjelaskan jatidiri Alloh yang menciptakan alam dengan ilmu. Sebab segala
sesuatu dalam alam berlangsung dalam proses evolusi perubahan bentuk mengurut
sinambung dari bahan hingga jadi benda dan dari sebab ke akibat. Bila proses
evolusi itu dijejaki mundur ke belakang dan maju ke depan, maka seluruh penciptaan akan dapat dijelaskan akal dengan alasan-alasan ilmu. Karena alam
diciptakan dengan ilmu, maka penciptanya yang oleh Rosul Ibrohim disebut Alloh, pasti Akal. Ternyata dari lompatan bundel diketahui
bahwa Akal itu adalah Moral Pengasih-Penyayang. Itu pula alasannya, mengapa
bismillaahir rohmaanir rohim harus dipisahkan dari Alfatihah 1-7.
Keempat. Ayat 3
menjelaskan hasil penjejakan mundur yang memberitahu. Sebelum penciptaan, Alloh hadir berjasad sendirian tanpa ditemani apapun dan siapapun.
Disiplin ilmu menyatakan, untuk menciptakan sesuatu (makhluk = pasangan
hidupnya = isterinya), Alloh memerlukan bahan. Artinya, isteri (pasangan hidup) Alloh seperti dikatakan
Annisaa’ 1 adalah bahan seluruh makhluk (alam dan segenap isinya).
Karena tidak ada bahan, maka Pencipta membuang jasadnya untuk dijadikan bahan makhluk (isteri Alloh)
berupa rasa ke permukaan ruang. Setelah jasadnya dibuang, Pencipta lenyap tanpa wujud. Di tempat lenyapnya, muncul thermonuklir raksasa (pelita besar: Annuur 35) yang melangsungkan
pembelahan inti berantai sinambung. Hasilnya adalah para zathidup yang mengalir
kepada bahan (rasa keadaan negatif pusingan jenuh).
Itu berarti, Alloh
adalah Dzat Mahahidup. Karena Dzat Mahahidup itu Akal, maka para zathidup yang diciptakan dari dirinya sendiri adalah bangsa
akal. Dalam Qur’an, tenaga
aliran (tenaga-tambahan) bawaan zathidup itu adalah isterinya (quark
yang jadi pasangannya = rasa) sebagaimana dirumuskan Peter Higgs dengan sebutan
zat-pembawa di medan Higgs. Artinya dalam Qur’an, tenaga-tambahan itu
disebut para isteri bangsa akal.
Hukum dasar fisika
menyatakan, jika Dzat Sempurna menciptakan sesuatu, dia akan melandasi ciptaannya dengan kesempurnaan dirinya. Kesempurnaan diri Alloh terletak
pada akalnya. Karena itu Alloh adalah Akal. Pembuangan jasad merupakan
pengorbanan Alloh paling besar, sehingga membangun Tuhan Alloh (Hukum
Akal). Lalu Alloh menciptakan katalisator dari akalnya sendiri,
sehingga dapat dipastikan, katalisator penciptaan itu adalah bangsa akal sebagai zat penghidup bahan, pembangun jasad makhluk, dan pemroses
perilaku-perbuatan makhluk. Dengan demikian jadi jelas, karena Dzat Sempurna
itu Akal, maka landasan penciptaannya Hukum Akal, dan katalisator penciptaannya bangsa akal.
Ketika para zathidup menghidupkan bahan
(isteri Alloh), isteri para zathidup
(tenagatambahan = lelaki) mencampuri bahan
(menzinahi isteri Alloh = perempuan). Tenagatambahan adalah syarat dari
Wolfgang Pauli untuk mempercepat pusingan (proses pemadatan)
bahan pusingan jenuh (contoh, pusingan elektron pada orbitnya).
Maka berlangsunglah pemadatan bahan melalui percepatan pusingan terus
meningkat hingga ruang ke-100 (dera 100 kali, Annuur 2). Lalu terjadi ledakan
besar supernova (supernova big bang), bukan hanya big bang (ledakan
besar) seperti dirumuskan Allan Guth. Artinya, yang dimaksud lelaki dalam Qur’an adalah akal,
sedangkan perempuan adalah rasa,
sehingga arti lelaki dan perempuan menjadi nisbi. Kenisbian
mendefinisikan, penganut hukum akal adalah lelaki, dan penganut hukum rasa-jasad adalah
perempuan meski ujudnya lelaki.
Ketika ledakan besar
supernova terjadi, bagian kulit bahan menghambur ke atas dan berproses cepat membangun 3-dimensi ruang Syurga (alif-laam-shood, P1). Bagian
hati bahan mengerut runtuh drastis dan lenyap dalam sekejap menjadi lubang
hitam (black hole), karena menumbuk cermin-T (Hukum Akal),
dan dilontarkan ke ujud tampak jadi 3-dimensi ruang Fana (alif-laam-roo,
P2). Sedangkan ruang kosong yang ditinggalkan bahan, diisi bangsa akal di ruang
ke-80 (Albaqoroh 17-18, Annuur 4 = dera 80 kali). Membangun 3 dimensi ruang bayangan cermin (alam Ruh)
dalam kesatuan khusus 3 dimensi
hukum-akal-rasa
(alif-laam-miim, P3), menghasilkan aksioma kedua ruang Haussdorff.
Hukum Akal adalah hukum
evolusi sebab-akibat. Dia membebaskan makhluk memilih langkah hidup sendiri
dalam menentukan nasibnya, sebagaimana diketahui dari lompatan bundel-bundel
rasa ke 3-arah di cermin-P, menghasilkan penciptaan alam dan seluruh isinya. Tetapi di alam akibat, Hukum Akal berkuasa
mengadili makhluk dan memutuskan perkara dengan memberi pembalasan setimpal
menurut moral perilaku-perbuatan yang dilakukan masing-masing diri makhluk,
tanpa pembela dan tanpa penolong.
Ayat 4-5 adalah
lompatan sisi-ke-sisi. Ayat 4 menjelaskan janji para zathidup di alam
fitroh (bacaan subuh), ketika mengalir keluar dari keluarganya
di Sidrotil Muntaha (pohon teratai = pusat alam) menuju bahan. Para
zathidup menyatakan hanya akan mengabdi kepada Tuhan Alloh (Hukum Akal)
yang telah mengevolusikan penciptaannya, dengan mendirikan sholat
(menegakkan hukum) dari awal penciptaan (matahari tergelinir keluar dari ufuknya
di timur) hingga akhir kiamat. (tenggelam di ufuk barat = gelap malam).
Sedangkan dalam membangun jasad makhluk dan memproses perilaku-perbuatan
makhluk, mereka akan meminta pertolongan hanya kepada Alloh atau Akal (Al-Isroo
78).
Ayat 5 adalah janji bangsa
rasa (bahan makhluk wujud), juga di alam fitroh. Janji itu disebutkan pada lompatan
naik-turun atau ayat 6 dan ayat 7, yaitu akan menggunakan akalnya
membuka rahasia-rahasia alam untuk mencari kebenaran ilmu
dan hukum-hukum yang benar, agar tidak dimurkai Alloh (Yunus 100). Sebab
akal setiap diri makhluk adalah tali penghubung dirinya dengan Alloh.
Mereka yang menolak akalnya berarti menolak tali penghubung dengan Alloh,
sehingga jadi makhluk yang jalan hidupnya sesat.
Dari uraian itu jelas sekali,
hukum penciptaan adalah hukum qisos (pasangan saling
mengekalkan, kekekalan massa dan tenaga) antara Kholik (Pencipta = Akal, ayat 1-3) dengan makhluk (alam dan segenap isinya =
bangsa rasa, ayat 5-7), yang oleh Rosul Muhammad hukum qisos itu disebut
hukum pembalasan seimbang.
Ditafsirkan
oleh S. Anwar Effendie/Sandie CS67
Tidak ada komentar:
Posting Komentar