Selasa, 12 April 2011

TANGGAPAN TERHADAP KOMENTAR TAFSIR QUR'AN

AKAL = ALLOH ≠ TUHAN

Sebaiknya Anda membaca dari awal (tafsir Al-Fatihah).
Pemahaman saya, Akal = Alloh  ≠ Tuhan (Hukum); akal = bangsa akal = makhluk (pemroses prilaku perbuatan, pembangun jasad, pengendali, penghubung kepada Alloh yang ada pada manusia, dan makhluk lainnya, dalam Qur’an disebut tali Alloh = katalisator).
Sebelum alamsemesta ada, Alloh hadir paripurna dengan kelengkapan Akal (negaatif) - Rasa (nol) - Jasad (positif), 3-dimensi dengan dasar 10. Dari 10, separuhnya atau 5 dibuang dijadikan bahan. 2/5 jadi tenaga tambahan yang dibawa oleh zathidup (bangsa akal), sedangkan yang 3/5 adalah bahan. Alamsemesta dan segala isinya termasuk manusia adalah ½ dari diri Alloh yang sudah dibuang, tetapi dengan adanya katalisator (zathidup) sebagai pembawa tenaga tambahan, segala yang ada dalam alamsemesta tidak lepas dari pengawasan Alloh.
Alloh wujud = hadir, tetapi gaib. Alamsemesta ≠ wujud Alloh.

Di awal penciptaan Alloh membangun (menciptakan) Hukum (Tuhan). Hukum Akal (Tuhan Alloh) adalah moral pengasih penyayang terus menerus mengalirkan zathidup pembawa tenaga tambahan berupa zarah gaung qurk  (rasa = bahan jasad makhluk) dari pusat alam (termonuklir raksasa) yang oleh Rosul Ibrohim disebut sebagai Rumah Alloh. Dengan kata lain, Sinar Alloh = termonuklir raksasa = cermin CPT =  titik p pada ruang P3 (aksioma Hausdorff) = mesin kerja alam = Rumah Alloh = Tuhan Alloh ≠ Alloh (tidak sama dengan Alloh).

Sementara quark sebagai zarah rasa (bahan jasad makhluk) adalah zarah kosmis (sinar kosmis) yang mengisi ruang alam Fana, alam Syurga dan permukaan alam Ruh. Zarah kosmis ini, menurut perhitungan para ilmuwan yang turun ke Bumi sebanyak 40 butir setiap m²/detiknya.

Hukum Akal yang oleh Rosul Muhammad dirumuskan dalam pola qisos disiplin ilmu (hukum sebab akibat - hukum kekekalan massa dan tenaga - hukum keseimbangan). Sedangkan hukum yang mengendalikan di hari kiamat adalah sekat-sekat ruang/sekat-sekat dimensi atau cermin-cermin (C – CP – T - P sebagai saksi) diciptakan Alloh dan dibangun oleh perlambatan pusingan akibat hambatan gaya-gaya vektor. Contohnya : Cermin CPT dihambat oleh medan nuklirkuat sampai ke cermin P, Cermin P dihambat  oleh medan listrik lemah sampai ke cermin T. Cermin T dihambat oleh medan nuklirlemah sampai ke cermin CP, cermin CP dihambat oleh medan elektromagnet sampai cermin C, hambatan medan gravitasi.

Karena Hukum merupakan sekat-sekat ruang yang tidak bisa disuap dengan apapun, termasuk dengan uang penebus dosa, penyembahan dan lainnya. Yang harus kita fahami adalah karakter hukum itu. Dan Rosul Muhammad telah memberitakannya dalam Qur’an bahwa Alloh pengasih-penyayang. Di hari pengadilan moral (kiamat), orang-orang yang menganut Hukum Akal (melaksanakan amanah-amanah Alloh), akan mampu menembus cermin-cermin tersebut dan akan dilontarkan ke jalur Ridwan. Sebaliknya orang-orang yang menganut Hukum Rasa (syahwat-angkara-pamrih-ambisi) tidak akan mampu menembusnya (berada di permukaan), dan akan dilontarkan ke jalur Malik.

Coba baca lagi, pelajari dengan fikiran jernih, jika belum jelas
Baca lagi, teliti, cermati, dan renugkan, lalu
Baca lagi,  Insya Alloh Anda akan memahami maksudnya.
Dan kesimpulan Anda akan berbeda dengan pemahaman sebelumnya.

Kalau mengambil tafsir dari hadits untuk disamakan dengan tafsir ini, pasti tidak akan sama. Sebab dasar pijakkannya berbeda. Kalau menafsirkan dengan pola qisos Rosul Muhammad (petunjuk Qur’an), setiap ayat yang ditafsirkan, ayat sebelumnya akan memberi petunjuk pada ayat selanjutnya dan sebaliknya.
1.  Wujud Masjid Aqsha yang disebutkan hadits memang belum ada waktu itu, tentang mi’raj yang
     berhubungan dengan  perjalanan Rosul Muhammad belum saya temukan dalam Al-Qur’an.
2.  Maksud dari memperjalankan dari masjidil Harom ke Masjidil Aqsho adalah perjalanan dari alam
     akal suci ke alam pemimpin (alam malaikat).
3.  Raka’at solat ada di surat An-Nisa 11-12. Pemahaman saya dari tafsir permukaan, ayat 102
     menerangkan tentang menegakan hukum di tempat orang lain (daerah lain/bukan di daerah tempat
     tinggal kita). Coba Anda baca ayat sebelumnya,di situ tidak membicarakan orang sedang berperang
     seperti yang diterangkan hadits (tafsir An-Nisa 102 belum saya abaca).

Mari kita sama-sama menegakkan Hukum Alloh dan berbuat kebajikan.
Salam,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar